Senin 13 Jun 2022 09:44 WIB

Anak-Anak Ukraina Stres dan Cemas

Anak-anak Ukraina alami perubahan kehidupan secara drastis sehingga stres dan cemas

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Anak-anak Ukraina mengalami perubahan kehidupan secara drastis sehingga beberapa dari mereka menderita stres dan kecemasan.
Foto: AP/Sergei Grits
Anak-anak Ukraina mengalami perubahan kehidupan secara drastis sehingga beberapa dari mereka menderita stres dan kecemasan.

REPUBLIKA.CO.ID, Perang Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama hampir empat bulan. Sejak Rusia melancarkan serangan pada 24 Februari, jutaan warga Ukraina telah melarikan diri ke negara lain. Di antara mereka yang melarikan diri adalah anak-anak dan perempuan.

UNICEF mencatat, 7,5 juta anak Ukraina telah melarikan diri ke negara lain.  Mereka telah meninggalkan rumah, teman, keluarga, dan kehidupan mereka. Seorang remaja berusia 11 tahun, Natasya, melarikan diri dari kota asal mereka di Ukraina barat bersama ibu dan bibinya ke negara tetangga Rumania, sebelum mereka pergi ke Turki.  

"Saya tahu ada perang di Ukraina, tetapi saya tidak yakin apa arti kata perang. Di Ternopil aman, kami telah menyiapkan ransel terlebih dahulu jika kami harus segera pergi. Suatu hari keluarga saya memutuskan sudah waktunya untuk meninggalkan Ukraina. Saya tahu banyak orang-orang terbunuh,” kata Natasya, dilansir Aljazirah, Ahad (12/6/2022).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, 90 persen warga Ukraina yang melarikan diri dari perang adalah wanita dan anak-anak. Pemerintah Ukraina tidak mengizinkan sebagian besar pria berusia antara 18 dan 60 tahun untuk meninggalkan negara itu. Pemerintah mengharuskan mereka tetap berada di Ukraina untuk berperang.

Puluhan ribu orang telah melarikan diri ke Rumania melalui penyeberangan perbatasan ke Siret. Seorang anak berusia 6 tahun, Valerian, berasal dari wilayah Chernihiv dan tiba di perbatasan Siret bersama ibunya dan beberapa temannya. Valerian tiba di Siret setelah tiga hari bepergian. Kini, mereka sedang dalam perjalanan ke Jerman.

"Saya ingin sekali menjadi tentara seperti kakek saya,” ujar Valerian, sambil membuat senjata dari mainan LEGO saat menunggu setelah melintasi perbatasan. "Saya suka bermain dengan LEGO dan membuat sesuatu, saya tidak membawa mainan apa pun, jadi saya senang menemukan LEGO di sini dan membuat senjata ini," katanya.

Valerian menghabiskan dua hari di ruang bawah tanah sebuah gedung apartemen bersama keluarganya, setelah rumah mereka dibom dan putri tetangga mereka terbunuh.  “Di kota kami, dulunya tempat seperti kilang, saya suka bermain di sana, sekarang tidak ada, Rusia mengebomnya,” kata Valerian.

Seorang psikolog anak untuk Save The Children, Ane Lemche, mengatakan, perang telah menangguhkan masa kanak-kanak dan mengubah kehidupan mereka. Menurut Lemche, anak-anak mengalami perubahan kehidupan secara drastis sehingga beberapa dari mereka menderita stres dan kecemasan.

“Anak-anak telah kehilangan banyak hal yang dulunya merupakan hal normal dalam hidup mereka. Jadi, dalam jangka pendek, beberapa anak akan mengalami kecemasan dan stres, dan pasti kebingungan. Sementara beberapa di antaranya kehilangan ingatan, kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi dan fokus pada sesuatu," ujar Lemche.

 

Lemche mengatakan, konflik, kekerasan dan ketidakamanan dapat memiliki efek psikologis yang besar pada anak-anak.  Lemche mengatakan, anak-anak yang baru saja melarikan diri dari perang membutuhkan lebih banyak struktur di sekitar mereka, lingkungan yang tenang, dan orang-orang yang dapat membantu memahami perasaan mereka.

“Mereka juga perlu memiliki sesuatu yang dapat mereka sentuh sebagai mainan atau sesuatu untuk dipegang, karena mereka akan merasa bahwa ada sesuatu yang dapat mereka kendalikan atau mereka pahami,” kata Lemche.

Sebagian besar keluarga yang melarikan diri dari Ukraina hanya membawa barang-barang yang paling penting. Beberapa keluarga melupakan mainan dan barang-barang lain milik anak-anak mereka.

Lemche mengatakan, anak-anak yang melarikan diri dengan membawa barang-barang paling berharga, setidaknya dapat membantu untuk mengatasi kecemasan. Anak-anak dapat memeluk barang favorit mereka, seolah-olah hidup mereka ada di dalam mainan, buku, atau benda favorit mereka. Menurut Lemche, barang itu mewakili sesuatu yang sangat dicintai oleh anak-anak.

Sementara anak-anak yang tidak bisa membawa sesuatu saat melarikan diri, langsung merangkul mainan pertama yang ditawarkan oleh para sukarelawan yang menyambut mereka setelah melintasi perbatasan. Lemche mengatakan, anak-anak menggunakan mainan dan barang-barang lainnya untuk alasan yang berbeda ketika mereka melarikan diri dari perang.

"Salah satu cara mereka membantu adalah dengan memberi mereka rasa landasan dan koherensi, itu menempatkan mereka dalam situasi di mana mereka dapat fokus pada sesuatu, dan mengurangi stres untuk sementara waktu. (Mainan atau barang berharga) juga mengingatkan mereka tentang seseorang yang mereka sayangi tetapi tidak bersama mereka, ini bisa menjadi cara untuk merasa terhubung atau dekat dengan seseorang tersebut," ujar Lemche.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement