Pengunjung Naik ke Candi Borobudur Disarankan Dibatasi
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengunjung Naik ke Candi Borobudur Disarankan Dibatasi (ilustrasi). | Foto: ANTARA/Anis Efizudin
REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Borobudur masih menjadi perbincangan hangat setelah rencana menaikkan tiket naik ke candi mengemuka. Dengan alasan-alasan yang dipakai, pro dan kontra muncul karena wacana yang ada bukan membatasi, tapi malah menaikkan harga tiket.
Bangunan Borobudur setiap tahunnya mengalami peningkatan tingkat kerusakan baik karena menahan beban pengunjung naik maupun faktor alam. Karenanya, pengunjung sebaiknya dibatasi untuk melestarikan dan mengkonservasi dari risiko kerusakan.
Tenaga Ahli Puspar UGM, Prof Yoyok Wahyu Subroto mengatakan, hampir separuh dari batuan Borobudur peninggalan abad delapan. Bila pengunjung naik tidak dibatasi, gesekan kaki ribuan pengunjung setiap harinya dikhawatirkan membuat pengikisan.
"Apalagi, jika ada pengunjung yang sampai naik ke bagian stupa," kata Yoyok dalam Seminar Series Kepariwisataan: Membicarakan (lagi) Borobudur antara Konservasi dan Pariwisata yang diselenggarakan Pusat Studi Pariwisata UGM.
Ia menilai, kebijakan membatasi pengunjung yang naik ke bangunan candi memang bisa merugikan dari sisi ekonomi, terkait penerimaan negara sektor pariwisata. Tapi, beda dari sisi arsitektur bangunan bersejarah dan bidang ilmu arkeologi.
Sebab, diperlukan usaha mempertahankan tingkat keaslian bangunan candi mulai dari relief sampai stupa. Perlu adanya sinergi antara kebijakan upaya-upaya pelestarian dengan sisi pariwisata untuk saling konsolidasi dan kolaborasi.
Pada kesempatan itu, Yoyok turut mengusulkan adanya upaya-upaya untuk membuat Candi Borobudur sebagai kawasan yang bebas dari emisi karbon. Hal ini penting untuk menjaga dan melestarikan bangunan peninggalan belasan abad lalu tersebut.
"Jika kita tidak mampu merawat, maka janganlah sekali-kali merusaknya," ujar Dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, UGM.
Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati menilai, Borobudur sebagai bagian situs warisan dunia memang harus dipertahankan keaslian bangunan bila suatu waktu terjadi kerusakan. Ancaman tidak hanya dari beban jumlah pengunjung naik.
Namun, berasal dari ancaman kerusakan dari faktor alam. Sejak 1983, setiap tahun terus dilakukan monitoring kondisi batu candi, perekatan batu candi, mengukur tingkat kerusakan pengelupasan dan sedimentasi hingga lubang alveol candi.
"Kenaikan nilai keausan capai 0,175 centimeter per tahun, secara akumulasi 3,95 centimeter, jadi akumulasi nilai keausan dari 1984 hampir empat centimeter," kata Wiwit.
Beban jumlah pengunjung yang semakin banyak tiap tahunnya menyebabkan tingkat deformasi vertikal mengalami kenaikan. Akibat beban, deformasi vertikal 2,200 centimeter, sehingga perlu hati-hati menjaga kelestarian dari Candi Borobudur.
Soal destinasi wisata super prioritas, kata Wiwit, pengunjung naik akan memakai pemandu bersertifikat dari Unesco. Meski tidak menyebut tarif, Wiwit menegaskan, pengunjung yang tidak naik dapat pula memperoleh informasi soal Candi Borobudur.
"Kita ingin menjaga kelestarian candi dari ribuan pengunjung yang datang ke Candi Borobudur," ujar Wiwit.