REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Management Telkom dan Telkomsel telah memenuhi panggilan Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI untuk menelusuri investasi Rp 6,3 triliun yang dilakukan Telkomsel ke GoTo (perusahaan hasil merger Gojek Indonesia dan Tokopedia). Menurut Ditha Wiradiputra, S.H., M.E., Pengajar Hukum Persaingan Usaha, Hukum Kepailitan dan Analisa Ekonomi atas Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), hadirnya seluruh management Telkom dan Telkomsel di Panja Komisi VI tersebut menunjukan Telkomsel dan Telkom yakin investasi yang dilakukan di GoTo tidak ada masalah.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Usaha FHUI, jika ada sesuatu tentu Telkomsel dan Telkom tidak berani menjelaskan ke DPR. Mereka berani menjelaskan ke DPR karena yakin tak ada yang salah dalam investasi di GoTo.
Jika dilihat dari prespektif bisnis, lanjut Ditha, sejatinya investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo merupakan hal yang lazim dan wajar dilakukan sebuah perusahaan. Bahkan sudah banyak perusahaan multi nasional besar dan swasta nasional ternama yang telah menanamkan uangnya di decacorn asal Indonesia tersebut.
Kegaduhan berawal ketika Wishnutama Kusubandio yang masih menjabat Komisaris Tokopedia diangkat menjadi Komisaris Utama Telkomsel. Menurut Ditha, wajar jika publik mengkaitkan adanya potensi benturan kepentingan pada investasi Telkomsel di GoTo dengan kehadiran Wishnutama. Apalagi investasi yang dilakukan Telkomsel di GoTo dicatatkan di laporan keuangan Telkom memiliki unrealized loss. Kalau unrealized gain Ditha yakin tak akan gaduh.
"Nah karena unrealized loss publik mulai mengkaitkan keberadaan Wishnutama dan Boy Thohir di GoTo. Untuk menentukan ada atau tidak benturan kepentingan pada investasi Telkomsel di GoTo harus dibuktikan terlebih dahulu. Jangan langsung menuduh. Saat ini tidak ada larangan secara tegas yang menyatakan Wishnutama tidak bisa menjadi komisaris GoTo dan Komut Telkomsel," kata Ditha.
Sebagai anak usaha Telkom, Ditha percaya Telkomsel telah menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG). GCG yang dilakukan Telkom maupun Telkomsel menurut Ditha bukan sekadar formalitas. Tetapi ada sistim yang sudah terbangun. Sehingga ketika ada pihak pihak yang menggugat mengenai GCG, Telkomsel dan Telkom bisa menjawabnya. Termasuk ketika menjelaskan di Panja Komisi VI DPR.
"Selama prosedur yang ada dijalankan dengan baik, pasti Telkomsel dan Telkom mampu menjelaskannya. Adanya SingTel sebagai pemegang saham Telkomsel pasti keputusan investasi sudah melalui prosedur yang benar. Termasuk meminta persetujuan komisaris SingTel. Apa lagi rencana investasi ke Gojek sudah ada sejak 2016," kata Ditha.
Karena sudah melalui prosedur yang benar, maka investasi Telkomsel di GoTo bukan seperti investasi yang dilakukan management Jiwasraya di perusahaan yang tidak jelas. Selama dalam berinvestasi menjalankan sesuai SOP yang benar, Ditha memperkirakan akan sulit bagi pihak-pihak yang ingin mempermasalahkan investasi Telkomsel di GoTo. Apalagi sudah ada kajian bisnis dari konsultan ketika Telkomsel hendak berinvestasi di GoTo. Konsultan yang ditunjuk pasti akuntabel dan kredibel.
"Jika SOP dan business judgement rule sudah dijalankan tapi ada kesalahan, itu bukan tanggung jawab management. Tapi karena ketidak cermatan konsultan yang membuat kajian tersebut," ucap Ditha.
Investasi yang dilakukan Telkomsel dan perusahaan multi nasional lainnya di GoTo merupakan investasi jangka panjang. Bukan investasi yang mengikuti pergerakan harga saham setiap hari. Karena itu menurut Ditha semua investor termasuk Telkomsel berharap ada sinergi bisnis yang terjalin.
"Dalam berinvestasi tak selamanya untung dan tak selamanya rugi. Unrealized loss atau unrealized gain dalam prespektif hukum bisnis adalah hal biasa. Menaruh uang di bank aja ada unrealized loss akibat termakan inflasi. Ini yang harus dipahami masyarakat," kata Ditha.