REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pemerintah Iran menyalahkan Amerika Serikat atas terhentinya pembicaraan untuk menghidupkan kembali pakta nuklir 2015. Teheran siap mencapai "kesepakatan bagus" dengan kekuatan-kekuatan dunia, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh dalam jumpa pers yang disiarkan televisi.
"Bahkan hari ini, kami siap kembali ke Wina untuk mencapai kesepakatan yang bagus jika Washington memenuhi komitmennya," kata dia, Senin (20/6/2022).
Pakta nuklir tersebut tampaknya hampir dihidupkan kembali pada Maret, tetapi pembicaraan menjadi buntu terkait persoalan apakah AS akan mengeluarkan Garda Revolusi Iran (IRGC) dari daftar Organisasi Teroris Asing (FTO). Garda Revolusi mengendalikan angkatan bersenjata dan intelijen elite Iran.
Pada 2018, presiden AS saat itu, Donald Trump, keluar dari perjanjian nuklir 2015 tersebut. Berdasarkan perjanjian itu, Iran harus menghentikan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi. Mundurnya AS telah mendorong Iran untuk mulai melanggar batas inti nuklirnya sekitar setahun kemudian.
Pekan lalu, AS mengatakan pihaknya menunggu respons konstruktif dari Iran untuk memulihkan perjanjian tanpa isu "yang tak ada kaitannya". Pernyataan AS itu tampaknya merujuk pada tuntutan Iran agar Garda Revolusi dihapus dari daftar teroris AS.