Peraturan hukum pidana baru yang diterapkan Sultan Brunei Darussalam mendapatkan perlawanan dari dunia internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam undang-undang hukuman mati yang dibuat oleh Brunei Darussalam bagi para pelaku zina dan homoseksual. PBB menyebut kebijakan ini kejam dan tidak manusiawi
Kecaman luas dari berbagai pihak di tingkat global telah menghujani Brunei. Aksi demo muncul setelah Menteri pertahanan Gavin Williamson meminta Brunei memberikan jaminan kepada pasukan gay Inggris di negara untuk tidak terkena dampak undang-undang baru yang mulai diberlakukan sejak 3 April 2019 .
Para selebriti barat juga ikut bereaksi untuk memboikot hotel di Brunei. Demikian halnya dengan universitas di Inggris yang pernah memberi gelar kehormatan terhadap Sultan Brunei ingin melucuti kembali gelar tersebut.
Dari sudut pandang Islam, patut kita apresiasi apa yang dilakukan oleh Sultan Brunei. Berani mengambil putusan penerapan sanksi pidana sesuai hukum Islam. Brunei adalah negeri mayoritas muslim.
Zina dan homoseksual adalah dosa besar, dan merupakan perilaku menyimpang di masyarakat. Sehingga sistem hukum yang membuat jera dan dapat mencegah penyebarannya memang seyogyanya harus diterapkan. Pemimpin yang berkuasa harus melindungi hak-hak muslim dari segala bentuk penyimpangan dalam masyarakat. Pemimpin wajib menerapkan menerapkan aturan-aturan sesuai keyakinannya (red: aturan islam).
Lalu, kenapa PBB dan negara Barat gerah?
Bahkan melakukan tuduhan bahwa Brunei meniru ISIS. Tuduhan semacam ini adalah stigmatisasi agar masyarakat takut dengan aturan Islam yang diterapkan Sultan Brunei. ISIS selalu dijadikan momok menakutkan dalam penerapan hukum Islam.
Sikap PBB sebagai lembaga internasional dunia telah mengungkap jati dirinya. PBB hanyalah alat legitimasi penjajahan Barat melalui penanaman nilai-nilai sekuler termasuk didalamnya isu Hak Asasi Manusia (HAM).
Sikap PBB yang mengatasnamakan HAM hanya berlaku jika mengancam paham sekuler. PBB akan gerah ketika aturan Islam yang bersumber dari akidah Islam diterapkan dan umat Islam kembali pada agamanya.
Bukankah, menerapkan aturan sesuai keyakinannya juga hak asasi manusia. Lalu dimana HAM yang dingengungkan PBB dan negara-negara Barat ketika hak rakyat Palestina direbut? Penjajahan di Palestina sampai saat ini masih terus berlangsung namun sedikitpun PBB tak gerah. Dimana pembelaan PBB atas rakyat Palestina yang semakin terusir dan terdesak oleh Israel?
Begitu juga terhadap penindasan kaum muslim di belahan dunia lain, Suriah, Myanmar, Kashmir, Mali, dan yang lainnya. Dimana sikap gerah, kecaman dan sikap tegas lainnya? Tidak akan kita temukan, karena PBB dan ide HAM tidak berlaku untuk Islam dan kaum muslimin.
PBB sudah memunculkan jati dirinya yang memiliki standar ganda dan bermuka dua. Masihkah Islam dan kaum muslim berharap dan hormat pada PBB dan mengambil ide HAM arahan PBB? Padahal sejatinya PBB dan negara Barat lah yang berkontribusi melanggengkan konflik dan penjajahan di belahan dunia Islam.
Pengirim: Asma Abdallah