Sajian sinema dengan narasi apik dalam film kartun, menjadikannya sebagai media hiburan dan edukasi bagi anak-anak. Akan tetapi menjadi berbahaya ketika ia dijadikan sebagai sarana untuk mengantarkan kerusakan.
Jika anak-anak menonton dalam waktu lama dan mendengarkan narasi buruk berulang-ulang, maka akan terekam dalam benak mereka. Anak adalah peniru ulung.
Sebagaimana 'My Little Pony', sebuah film yang mengisahkan pertemanan enam karakter perempuan, produksi Hasbro Studios Amerika Serikat. Seperti dilansir situs daring People, episode ini memperkenalkan Aunt Holiday and Auntie Lofty sebagai pasangan lesbian yang merawat karakter Scootaloo.
Kemudian beredar pernyataan penulis dan produser, Michael Vogel menjelang beredarnya episode The Last Crusade dari film kartun My Little Pony: Friendship is Magic.
"Nicole dan saya pikir ini adalah kesempatan besar untuk memperkenalkan pasangan LGBTQ dalam seri ini, dan kami bertanya pada Hasbro dan mereka menyetujuinya." (Michael Vogel).
Begitu juga pencipta Frozen 2, mengatakan dirinya terbuka akan ide itu. Diberitakan NME, ia bahkan tak menutup kemungkinan bahwa pasangan itu seorang perempuan, mengingat banyaknya permintaan publik untuk semakin memperkaya film dengan karakter minoritas, termasuk LGBT.
Frozen memang film anak-anak, tapi Disney sudah semakin berani menampilkan karakter LGBT di filmnya. Di Finding Dory, sekilas ada pasangan sesama perempuan yang membawa anak. Karakter LGBT yang paling jelas dan sempat jadi perdebatan ada di Beauty and the Beast.
Alarm bagi para orang tua. Agar tidak membiarkan anak-anak menonton tanpa pendampingan. Pemikiran rusak selalu mencari celah menyampaikan idenya. Bahkan melalui film kartun sekalipun. Pemikiran anak-anak yang masih bersih menjadi sasaran mereka.
Dalam Islam disebut sebagai maklumat sabiqoh (informasi yang didapat sebelumnya). Jika ide kufur mengendap di kepala mungil mereka, berbahaya. Mereka akan mengingat itu, dan akan selalu mengaitkan dalam proses berpikir mereka.
Hingga kelak muncul pola tingkah laku yang salah hasil dari proses berpikir tersebut. Juga mempengaruhi mereka saat menakar kadar baik atau buruknya sebuah perbuatan. Sebab mereka menggunakan acuan yang keliru.
Dalam Islam jelas, bahwa orangtua memiliki tanggung jawab menjaga keimanan anak-anaknya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ (٦)
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (At Tahrim: 6).
Oleh karena itu perlu mendapat perhatian serius, yaitu dengan membatasi segala hal yang masuk pada buah hati kita. Baik itu makanan, apa yang mereka dengar, yang dilihat, termasuk tayangan yang tepat bagi tumbuh kembang anak-anak. Tugas keluarga, juga pemerintah sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam sebuah negara.
Pengirim: Lulu Nugroho, Muslimah Penulis dari Cirebon