Jumat 22 Nov 2019 17:47 WIB

Nikah Dicegat Sertifikat

Semakin nikah dipersulit sertifikat maka generasi enggan dan memilih pacaran

Mahar pernikahan/ilustrasi
Mahar pernikahan/ilustrasi

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi akan mencanangkan program sertifikasi perkawinan bagi calon pengantin, dan bagi yang belum lulus maka terlarang melangsungkan pernikahan. Pasangan yang akan menikah harus mengikuti pelatihan tentang keluarga samara, ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi. 

Sebelumnya, dikutip dari tempo.co, program tersebut sudah dimulai Kementerian Agama melalui suscatin. Bahkan, Kementerian Agama telah melakukan bimbingan teknik bagi penghulu, penasihat perkawinan, dan kepala kantor urusan agama di seluruh Indonesia terkait materi suscatin. Namun melalui program sertifikasi nikah ini terjadi koordinasi antar kementerian yang dianggap lebih sakti untuk menekan angka perceraian, stunting dan meningkatkan kesehatan keluarga.

Baca Juga

Pernikahan saat ini sebenarnya bukan juga menjadi sesuatu yang marak, takkan mampu mengalahkan seberapa besar jumlah generasi yang melakukan aktivitas pacaran. Banyak sebab mengganjal dalam melangkah menuju pernikahan, di antaranya persoalan ekonomi yang membelit. 

Namun agaknya kali ini pernikahan itu akan semakin jauh dalam angan pemuda tersebab syarat-syarat irasional yang hampir tak berkorelasi kuat antara persoalan mendasar dan solusi yang ditawarkan.

Bukan tanpa sebab, begitu gamblang media menyebutkan sebab-sebab terjadinya perceraian yang didominasi persoalan ekonomi, pun stunting adalah juga bagian dari ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses gizi karena berbagai persoalan kompleks termasuk ekonomi. 

Dalih ketiga yaitu kesehatan keluarga, ini pun terasa semakin mencekik dengan dinaikkannya iuran biaya kesehatan. Agaknya lupa bahwa konsekuensi negara yang berbisnis dengan rakyat berimbas kepada ketahanan keluarga. Penerapan sistem ekonomi yang nampak terang sekali melalui kebijakan-kebijakan mencekiknya benar-benar menghancurkan benteng terakhir umat ini, keluarga.

Semakin nikah dirasa tambah sulit, semakin generasi enggan dan memilih pacaran. Konsekuensi logisnya adalah penyaluran naluri seksual yang maksiat, apa daya jika ibadah terganjal sertifikat. 

Hal ini justru menjadi momok menakutkan dari terus menukiknya angka seks bebas, aborsi, bahkan HIV Aids. Ini bukan paranoid, tapi iklim maksiat yang dimunculkan pasti berimbas terhadap generasi hari ini, kita melihat banyak contoh dari tahun ke tahunnya.

Belum lagi begitu gamblang propaganda hitam media mencuci otak generasi dengan menjauhkannya dari identitas keislamannya. Maraknya remaja yang menjiplak cara bergaul liberal yang dipertontonkan media, pun kehidupan serba bebas ala barat jadi konsumsi hari-hari. 

Alhasil iklim takwa menjadi utopi, yang mewabah adalah iklim maksiat yang menjauhkan generasi dari ketakwaan. Dengan kondisi generasi yang tak siap inilah kemudian pondasi pernikahan itu dibangun, bisa dibayangkan bagaimana rapuhnya?

Perceraian marak bukan semata membutuhkan edukasi pra pernikahan, ini penting namun tentu tak boleh dilepas dari ancaman main yang lebih besar. Monster itu siap menghantam keluarga dan menghancurkannya. Dia punya daya rusak tak main-main, seperti efek domino yang terus menjalar dan berkelanjutan. 

Di era saat ini ketahanan keluarga tak cukup disiapkan oleh individu dengan tambahan pengetahuan dan keterampilan, tapi membutuhkan daya dukung negara melalui penerapan sistemnya yang terintegrasi. Didanai sebesar-besar biaya, plus program-program edukasi pra nikah bersertifikat yang dianggap juara, tetap perceraian, stunting, dan soalan kesehatan keluarga takkan menemui ujung pangkalnya.

Pengirim: Nusaibah Ummu Imarah (Penulis Lepas)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement