Sebagai Negara Demokrasi, Indonesia tidak akan habis membicarakan isu isu tentang pemilu ataupun pemilihan. Isu isu pemilu setiap penyelenggaraannya selalu menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Pemilu 2019 yang telah dilalui, memberikan banyak sekali cerita.
Salah satunya adalah dugaan pelanggaran pemilu. Dugaan pelanggaran pemilu berupa pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana serta pelanggaran hukum lainnya. Selain dugaan pelanggaran pemilu yang menjadi kisah di pemilu 2019 adalah banyaknya Hoax politik yang beredar.
Data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika merilis temuan isu hoax dari Agustus 2018 hingga Maret 2019 sebanyak 1.224 temuan. diantara temuan tersebut terdapat 319 isu politik baik hoax tentang peserta pemilu ataupun penyelenggara pemilu.
Mengapa Pengawasan partisipasi masyarakat rendah?
Data dari Bawaslu.go.id tentang data pelanggaran pemilu 2014 merilis ada 8.380 kasus dugaan pelanggaran. 5.814 (69 persen) merupakan hasil temuan bawaslu, 2.566 (31 persen) merupakan hasil dari laporan masyarakat
Sedangkan data dari Bawaslu.go.id tentang data dugaan pelanggaran pemilu 2019 menyebutkan ada 24.528 dugaan pelanggaran pemilu, 19.436 (79 persen) dugaan merupakan temuan dari perangkat bawaslu, sedangkan 5.092 (21 persen) adalah laporan dari masyarakat.
Melihat data tersebut terjadi peningkatan kinerja bawaslu sebagai badan pengawas pemilu, namun sangat disayangkan di sisi lain, partisipasi masyarakat dalam hal pengawasan pemilu menjadi rendah.
Menurut pengamatan penulis, ada beberapa faktor yang menjadikan partisipasi masyarakat menjadi rendah. Pertama, masih banyak generasi muda yang belum sadar akan pentingnya politik dan pemilu. Dalam pengawasan pemilu, anak-anak muda sangat diperlukan karena masih memiliki daya kritis dan belum mempunyai kepentingan.
Peran anak-anak muda dalam pengawasan politik karena anak anak muda masih menjaga idealisme, masih menjaga yang mana yang benar dan yang mana yang salah. Anak anak muda juga belum tersentuh pragmatisme karena memang tuntutan kebutuhan hidup yang masih rendah
Kedua, Belum meratanya pemahaman tentang politik, pemilu dan pengawasan. peneliti senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi menyebutkan hasil penelitiannya di tiga daerah yaitu Riau, Sumatera Barat dan Yogyakarta bahwa pengenalan responden masih cukup rendah.
pemahaman pemilu dan pengawasan yang rendah akibat antusias masyarakat yang kurang terhadap pemilu, mereka hanya mendapatkan informasi dari media elektronik, media cetak, media Online, media sosial serta obrolan-obrolan singkat sesama masyarakat
Ketiga, keberanian masyarakat yang kurang dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu. Ini disebabkan karena proses laporan yang cukup rumit, serta takutnya masyarakat akan ancaman ancaman yang beredar, sehingga masih banyak masyarakat yang belum mempunyai keberanian dalam melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.
Sebetulnya masih banyak faktor-faktor penyebab kurangnya pengawasan partisipasi dari masyarakat, namun penulis ingin mengangkat tiga faktor ini dan memberikan solusi awal dalam meningkatkan pengawasan partisipatif.
Solusi Peningkatan Pengawasan Partisipatif.
Landasan Hukum partisipasi masyarakat dalam dalam pemilu adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum pasal 448. Dengan landasan hukum yang kuat, seharusnya masyarakat bisa berpartisipasi secara aktif pada pemilu. Namun pada faktanya justru partisipasi masyarakat masih tergolong rendah terutama di pengawasan.
Ada beberapa solusi agar pemilu berikutnya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat terutama pada pengawasan pemilu. Pertama, mengajak generasi muda berpartisipasi aktif dalam pemilu. Menurut data Badan Pusat Statistik, Indonesia diperkirakan akan menikmati bonus demografi pada tahun 2020 hingga 2035. Pada masa tersebut penduduk produktif diproyeksi berada pada grafik tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang sebesar 297 Juta Jiwa.
Ini artinya ke depan banyak anak-anak muda yang akan berpartisipasi dalam pemilu, baik sebagai calon legislatif ataupun penyelenggara. Seruyan untuk berpatisipasi aktif dalam pemilu dapat dilakukan melalui Seruyan yang unik di media sosial, baik gambar, video atau bahkan kegiatan kegiatan berbasis anak muda seperti komunitas motor, e-sport dan lainnya.
Kedua, Pendidikan Politik Sejak Dini, Pendidikan Politik diusahakan diberikan mulai sejak SMA, pengetahuan yang diberikan yaitu tentang regulasi pemilu, pengawasan serta sanksi-sanksi pemilu. Dan diharapkan jika pendidikan politik sudah restruktur, sistematis dan masif dilakukan sejak dini.
Maka akan muncul partisipasi yang tinggi dari kalangan anak-anak muda, karena telah memahami seluruh pengetahuan baik kepemilikan, ke-pengawasan dan pelanggaran pelanggaran pemilu. Jika pendidikan korupsi bisa masuk sebagai muatan lokal, maka pendidikan politik pun seharusnya bisa menjadi muatan lokal.
Sehingga pendidikan politik bisa menyebar secara merata, bukan hanya rodi ilmu politik dan hukum saja. Mengapa pengetahuan politik harus disebar secara merata? Karena Indonesia menganut sistem demokrasi dan dalam pelaksanaannya melalui proses proses politik maka seluruh rakyat Indonesia khususnya generasi penerus bangsa wajib mendapatkan pendidikan politik.
Ketiga, perlu adanya MOU dari Bawaslu dan Kepolisian Republik Indonesia tentang kepastian keamanan pelapor dari masyarakat. Karena banyak masyarakat yang enggan melaporkan karena proses yang rumit serta takut akan ancaman dari peserta yang melanggar regulasi pemilu.
Setelah MOU dilaksanakan, Bawaslu dan Kepolisian RI perlu melakukan Press Release di semua media elektronik, cetak dan Online untuk memberikan informasi bahwa pelapor dugaan pelanggaran pemilu dari masyarakat akan tetap aman setelah melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.
Dari beberapa solusi tersebut, masih banyak solusi dan usaha lain dalam meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya generasi muda dalam pelaksanaan pemilu. Semoga Pemilu yang akan datang khususnya yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah pada tahun 2020, masyarakat dapat berpartisipasi aktif khususnya dalam pengawasan pemilu.
Pengirim: Fathin Robbani Sukmana, Sekretaris Democracy And Electoral Empowerment Partnership Kabupaten Bekasi