REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Jaksa Kepala Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan ingin membawa para pelaku kejahatan perang di Ukraina ke pengadilan. Tujuan ini bisa dilakukan dengan strategi menyeluruh dalam berkoordinasi.
"Kebenaran sederhananya adalah, seperti yang kita bicarakan, anak-anak, perempuan dan pria, tua dan muda, hidup dalam teror,” kata Jaksa Khan saat membuka Konferensi Akuntabilitas Ukraina di Den Haag pada Kamis (14/7/2022).
Sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, pasukan militernya telah dituduh melakukan pelanggaran mulai dari pembunuhan di pinggiran Kiev, Bucha, hingga serangan mematikan terhadap fasilitas sipil. "Mereka menderita di Ukraina dan di banyak bagian dunia yang berbeda. Berduka atas apa yang hilang kemarin, menahan napas tentang apa yang bisa hilang hari ini, dan apa yang akan terjadi besok. Di saat seperti ini, hukum tidak bisa menjadi penonton," ujar Khan.
Khan mengatakan pertemuan tingkat telah dilakukan dalam membahas kebutuhan koordinasi, koherensi, dan perlunya strategi menyeluruh. Berbagai negara dan pengadilan bekerja untuk menyelidiki dan menuntut kejahatan.
Sekitar 40 negara dari Uni Eropa (UE) dan seluruh dunia mengirim perwakilan ke konferensi tersebut. Komisioner Keadilan UE Didier Reynders mengatakan pertemuan itu diadakan saat Ukraina menyelidiki lebih dari 20.000 kejahatan perang di samping penyelidikan ICC dan penyelidikan nasional di 14 negara anggota UE. Sedangkan AP dan Frontline yang melacak insiden di Ukraina sejauh ini telah menghitung 338 potensi kejahatan perang.
Dalam pesan video untuk pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba minta masyarakat internasional untuk membentuk pengadilan agar menuntut para pemimpin Rusia atas kejahatan agresi. Namun ICC tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili kejahatan agresi di Ukraina karena baik Rusia maupun Ukraina tidak termasuk di antara 123 negara anggota pengadilan.
Akan tetapi, Kiev telah menerima yurisdiksi pengadilan dan membuka jalan bagi Khan untuk membuka penyelidikan pada awal Maret. Tindakan ini diambil setelah puluhan negara anggota pengadilan global memintanya untuk campur tangan.
Khan pun telah mengunjungi Ukraina untuk melihat secara langsung perang yang terjadi dan mengirim tim penyelidik pengadilan terbesar yang pernah ada untuk mengumpulkan bukti. Sejauh ini, pengadilan belum mengumumkan surat perintah penangkapan untuk tersangka dalam penyelidikan yang dapat mencapai puncak rantai komando militer Rusia, serta ke Istana Kremlin.
ICC adalah pengadilan pilihan terakhir yang membuka kasus ketika negara lain tidak mau atau tidak mampu melakukan penuntutan. Pengadilan yang berbasis di Den Haag ini tidak memiliki pasukan polisi untuk melakukan penangkapan dan bergantung pada bantuan dari negara lain untuk menahan tersangka.