Kamis 21 Jul 2022 19:56 WIB

Mengapa BI Keukeuh Pertahankan Suku Bunga Acuan?

BI pertahankan suku bunga karena pertumbuhan ekonomi dan proyeksi inflasi.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan berada di atas sasaran, hingga mencapai 4,5-4,6 persen di akhir tahun. Keputusan BI dalam mempertahankan suku bunga pada Juli 2022 didasarkan kepada pertumbuhan ekonomi dan proyeksi inflasi, khususnya inflasi inti.
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan berada di atas sasaran, hingga mencapai 4,5-4,6 persen di akhir tahun. Keputusan BI dalam mempertahankan suku bunga pada Juli 2022 didasarkan kepada pertumbuhan ekonomi dan proyeksi inflasi, khususnya inflasi inti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memproyeksikan inflasi inti akan berada di kisaran sasaran 2-4 persen pada tahun ini. Meski demikian, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyebut inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan berada di atas sasaran, hingga mencapai 4,5-4,6 persen di akhir tahun.

"Kenaikan inflasi IHK terjadi karena kenaikan harga pangan dan harga energi yang tidak disubsidi oleh pemerintah, sementara untuk inflasi inti perkiraan kami masih dapat terjaga di dalam batas sasaran 2-4 persen tahun ini, berarti belum lebih empat persen," katanya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2022, Kamis (21/7).

Perry mengatakan, harus dibedakan antara inflasi IHK dan inflasi inti yang menjadi salah satu tolak ukur penentuan kebijakan suku bunga acuan. Keputusan BI dalam mempertahankan suku bunga pada Juli 2022 didasarkan kepada pertumbuhan ekonomi dan proyeksi inflasi, khususnya inflasi inti.

Meski inflasi IHK Juni 2022 mencapai 4,35 persen, namun inflasi inti tercatat 2,63 persen. Inflasi inti adalah inflasi yang mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran di dalam ekonomi nasional.

"Artinya, meskipun permintaan di dalam negeri naik tapi masih terpenuhi dengan kapasitas produksi nasional, tekanan inflasi dari fundamental yang tercermin pada inflasi inti masih terkelola," katanya.

Sementara, kenaikan IHK terjadi karena harga pangan volatil sebagai dampak dari harga komoditas pangan tinggi dan gangguan rantai pasokan. Nilainya pada bulan lalu mencapai lebih dari 10 persen.

Harga-harga energi yang tidak disubsidi pemerintah pun mengalami kenaikan. Sementara, inflasi barang yang dikendalikan pemerintah yang tercermin pada inflasi administered prices masih terjaga karena bergantung pada kebijakan fiskal melalui subsidi.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Perry menyampaikan indikator perkembangannya pun terus membaik. Selain karena ekspor, juga karena tingkat konsumsi dalam negeri dan investasi. Indikator lain seperti neraca perdagangan, cadangan devisa, nilai tukar rupiah pun dinilai masih terjaga dengan baik.

Namun demikian, ekspor masih akan dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi tingkat permintaan global. Sehingga ini akan mempengaruhi kinerja ekspor secara riil ke depan.

Kenaikan harga-harga pangan dan energi yang tidak disubsidi juga akan berpengaruh kepada tingkat kenaikan atau kecepatan konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu, BI melihat pertumbuhan ekonomi domestik tahun ini akan di bawah dari nilai tengah kisaran 4,5-5,3 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement