REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronald Rulindo, PhD, Ketua MES Research Center, Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah, FEB UI
Kabar gembira bagi pelaku ekonomi kreatif! Menurut Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) saat ini konten YouTube ataupun hak kekayaan intelektual lainnya dapat digunakan sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman atau pembiayaan dari bank. Hal ini dimungkinkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2022, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif.
Berita ini memberikan harapan cerah bagi pelaku industri kreatif. Karena, mereka kesulitan untuk mendapatkan permodalan, baik untuk mengembangkan usahanya ataupun untuk membeli rumah demi kepentingan pribadinya.
Tetapi apakah benar demikian? Tidak semudah itu. Sepertinya para bankir masih berkeberatan, disebabkan oleh beberapa alasan.
Alasan yang pertama, bagaimana model pengikatan dan eksekusi atas konten YouTube tersebut ketika terjadi gagal bayar? Jika jaminan berupa benda, jaminan tersebut dapat disita dan relatif mudah untuk dijual kembali, tergantung dari kualitas jaminan tersebut. Tetapi, jika seorang Youtuber gagal bayar, apakah infrastruktur yang ada sudah ada memungkinkan bank menuntut pada pihak Youtubenya untuk mengalihkan pembayaran pada bank, bukan pada si Youtubernya?
Masalah ini menyebabkan permasalahan yang kedua. Jika pun memungkinkan, bank tidak memiliki expertise untuk tujuan tersebut, paling tidak untuk saat ini. Itu baru untuk kasus Youtuber.
Ekonomi kreatif merupakan bidang yang luas dengan perkembangan yang sangat pesat. Bank masih perlu waktu mempelajari ekosistem serta mekanisme kerja industri ini sehingga bisa memastikan manajemen risiko bank sanggup untuk mengabsorb (menyerap) risiko yang mungkin timbul akibat kegiatan tersebut.
Jikapun kedua permasalahan di atas terpenuhi, terdapat permasalahan ketiga, bagaimana cara menilai harga dari konten tersebut? Misalkan, anggaplah sebelumnya konten tersebut telah menghasilkan pendapatan cukup besar. Lalu, bagaimana memastikan pendapatan periode setelah pinjaman diberikan pendapatan yang dihasilkan juga sama besarnya?
Jika untuk lagu, atau film yang dijual dengan cara tradisional, bagaimana nantinya jika terjadi pembajakan? Tentu penjualan akan turun. Tetapi, siapa yang akan menuntut? Bagaimana dengan pemutaran lagu di kafe-kafe yang juga seharusnya penyanyi dan pencipta lagu mendapata royalty? Siapa yang harus memungutnya jika itu telah dijadikan jaminan dan mereka gagal bayar? Tentu bank tidak mau repot-repot melakukan hal tersebut.
Jikapun ada pihak ketiga yang menjalankannya, pasti ada biaya lagi yang harus dikeluarkan. Dengan demikian, walaupun telah memberikan dasar hukum agar sertifikat kekayaan intelaktual, merek, hak cipta ataupun yang lainnya bisa dijadikan jaminan, masih banyak Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan agar hal ini bisa direalisasikan.