Oleh: Safwannur
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرْهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِي اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلآَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.
قَالَ تَعَالَى: وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (الحشر: ٩)
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ)
Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah
Di antara bentuk indahnya ajaran Islam adalah adanya anjuran untuk saling memberikan perhatian terhadap sesama. Memprioritaskan orang lain dalam kebutuhan adalah sikap mulia yang disebut dengan itsar. Hal ini sudah menjadi kebiasaan para sahabat yang hidup bersama Rasulullah. Rasa cinta dalam balutan ukhuwah sangat kentara di antara mereka. Dalam kondisi kritis sekalipun mereka masih memberi perhatian kepada saudaranya yang mengalami nasib serupa.
Kisah inspiratif yang menggetarkan jiwa dapat kita lihat dalam kesetiakawanan tiga sahabat nabi yang terluka parah dalam perang Yarmuk. Secara kuantitas, dalam perang yang dipimpin Khalid bin Walid ini, kaum muslimin kalah jumlah dibandingkan pasukan musuh. Banyak sahabat yang syahid dalam pertempuran ini.
Tiga orang sahabat yang terluka parah tergeletak tak berdaya. Tubuh mereka dipenuhi cucuran darah segar. Dalam kondisi sekarat itu, mereka merasakan dahaga yang sangat. Salah satu di antara mereka, yaitu Ikrimah bin Abu Jahal dengan sisa suara meminta air minum kepada sahabatnya. Salah seorang prajurit yang sedang memantau kondisi dengan sigap membawakan air minum kepadanya.
Dalam kondisi kritis itu, hal yang mengharukan terjadi. Ketika Ikrimah hendak meneguk air, dia melihat ada sahabat lain yang mengalami hal serupa dengannya. Dia pun tidak jadi meminum air itu dan mempersilahkan prajurit pembawa air untuk memberikannya kepada sahabat yang juga sedang sekarat.
Apa yang dilakukan Ikrimah itu juga dilakukan oleh sahabat yang bernasib sama dengannya. Dia tidak memikirkan dirinya yang sedang kesulitan, tapi memprioritaskan sahabatnya yang lain. Akhirnya ketiganya syahid tanpa sempat meminum air yang dibawakan kepada mereka walau seteguk.
Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah
Sikap itsar yang dipraktekkan oleh para sahabat bisa menjadi pedoman bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Betapa rasa peduli terhadap sesama menjadi prioritas hidup, meskipun mereka sendiri berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Sikap mulia itu diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an, di antaranya berkenaan dengan keramahan kaum Anshar yang merupakan pribumi Madinah dalam menyambut dan memfasilitasi kedatangan kaum Muhajirin yang berhijrah dari Mekkah atas dasar ketaatan. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (al-Hasyr [59]: 9)
Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud dengan khasasah dalam ayat tersebut ialah keperluan. Yakni mereka (kaum Anshar) lebih mementingkan kebutuhan orang lain (kaum Muhajirin) daripada kebutuhan diri mereka sendiri; mereka memulainya dengan kebutuhan orang lain sebelum diri mereka, padahal mereka sendiri membutuhkannya. Mereka mencintai orang-orang Muhajirin dan menyantuni mereka dengan harta bendanya.
Ma’asyiral Muslimim Rahimakumullah
Dalam realitas kehidupan, sikap itsar ini perlu kita terapkan sebagai upaya meneladani Rasulullah dan para sahabat. Ada orang-orang yang perlu kita beri perhatian dengan memprioritaskan mereka. Sebagai contoh, Ketika sedang mengantri di kasir pusat perbelanjaan, lalu dibelakang kita ada orang yang sudah sepuh, orang difabel atau ibu hamil yang juga ikut mengantri. Dalam kondisi seperti itu sikap terbaik bagi kita yang masih muda dan sehat fisik adalah mendahulukan mereka untuk mengantri paling depan.
Demikian juga ketika menumpang kendaraan umum, lalu ada orang-orang dalam kondisi seperti di atas tidak kebagian tempat duduk. Sebagai mukmin yang peka, maka tidak ada pilihan lain bagi kita yang masih kuat fisik selain mempersilahkan mereka untuk menempati tempat duduk yang kita duduki itu. Tentu tidak akan rugi orang yang bersikap itsar. Dia telah menunjukkan kecintaan kepada saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Itu menjadi ciri kesempurnaan iman seorang hamba. Rasulullah bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رَوَاهُ اْلبُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ)
”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Sangat indah rasanya kehidupan ini jika setiap orang menumbuhkan sikap itsar dalam dirinya. Rasa cinta terhadap sesama saudara akan melahirkan kerukunan dalam interaksi sosial. Persaudaraan yang dibangun atas dasar keimanan akan mendatangkan keberkahan dunia dan akhirat.
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَجَعَلَنَا اللهُ مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِـرُ الله لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، أَمَّا بَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَاْرحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفُ رَّحِيْمٌ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
Safwannur, S.Pd.I
Alumni Ponpes Ihyaaussunnah Lhokseumawe, Aceh dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) Yogyakarta. Kini mengajar di Ma’had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut, Jawa Barat.