REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama di Tanah Air menjadi teladan dalam mengobarkan semangat agar terus peduli terhadap kehidupan anak yatim. KH Hasyim Asy'ari dan para ulama pendiri NU lainnya menetapkan kegiatan-kegiatan untuk membumikan Aswaja. Hadratus syaikh menjelaskan organisasi yang didirikannya harus membantu mengurusi yatim piatu dan fakir miskin.
Begitu pun pendiri Muhammadiyah, yaitu KH Ahmad Dahlan, yang selalu mengajarkan pada santri-santrinya untuk memuliakan anak ya tim. M Nasaruddin Anshoriy dalam buku Matahari Pembaruan: Rekam Jejak KH Ah mad Dahlanmenjelaskan sang kiai mengulang-ulang surah al-Ma'un beberapa kali ketika mengajar para santrinya. Hingga para santri menanyakan maksud Kiai Dahlan. Lalu, dia menyuruh santrinya mencari orang miskin dan anak yatim kemu dian membawanya ke rumah masing-masing untuk dimandikan, diberi pakaian, makanan, minuman, dan tempat tidur yang layak.
Pendakwah yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Laa Roiba Yatim dan Dhuafa Muara Enim, KH Taufik Hidayat, mengatakan, di antara hak anak yatim yang wajib dipenuhi, khusus nya oleh orang-orang sekitarnya adalah hak di perlakukan dengan baik sehingga tidak boleh se seorang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim.
Selain itu, anak yatim berhak mendapatkan kecukupan makan dan kebutuhan, hak mendapat kan perlindungan, hak mendapatkan pendi dikan. Selain itu, anak yatim memiliki hak harta, mak sudnya larangan membelanjakan harta yang di miliki anak yatim di luar tujuan ke maslahatannya.
"Anak yatim tidak boleh dihina apalagi direndahkan. Hindari berkata kasar dan menying gung perasaannya, karena ini tak disukai Allah," kata Kiai Taufik kepada Republika, beberapa waktu lalu.