Sabtu 20 Aug 2022 06:20 WIB

Melepas Belenggu Diri

Sejatinya, antara hijrah dan kemerdekaan memiliki landasan dan tujuan yang sama

Pengibaran bendera merah putih di bawah laut salah satu pulau terluar Indonesia, Pulau Maratua, Kalimantan Timur.
Foto: Dok. Web
Pengibaran bendera merah putih di bawah laut salah satu pulau terluar Indonesia, Pulau Maratua, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Basri Tanjung

Sejatinya, antara hijrah dan kemerdekaan memiliki landasan dan tujuan yang sama, yakni membebaskan manusia dari segala macam penindasan, sehingga tercapai kehidupan yang bermartabat. Dahulu, umat Islam juga pernah mengalami kekalahan pada Perang Uhud melawan kafir Quraisy. Lalu, Allah SWT menghibur mereka agar bangkit dari keterpurukan, sebab umat Islam memiliki derejat yang tinggi (QS Ali Imran [3]: 139).

Baca Juga

Kini, walaupun kita sudah merdeka dari kolonialisme, masih terbelenggu oleh empat sikap dan perilaku yang menyengsarakan, yakni, pertama, kemiskinan. Seja tinya, Allah tidak menakdirkan manusia menjadi miskin, tapi justru dikaruniai keka yaan dan kecukupan (QS an-Najm [53]:48).

Kekayaan bukanlah kemuliaan dan kemiskinan bukan pula kehinaan. Namun, enggan berusaha, apalagi menganggapnya takdir adalah kesalahan (kemiskinan kultu ral). Negara wajib tidak boleh membiarkan pemiskinan sitematis (kemiskinan struktural), yang membuat orang miskin makin miskin dan yang kaya makin kaya.

Nabi SAW pun mengajarkan doa agar kita dijauhkan dari kefakiran (HR Ahmad).

Kedua, kebodohan. Manusia tidak dilahirkan bodoh, tapi tidak tahu apa-apa.

Dengan potensi yang dianugerahkan Allah, orang yang tidak tahu bisa menjadi pandai (QS an-Nahl [16]: 78). Kebodohan adalah sikap mental yang tidak mau tahu dan merasa paling tahu, atau tidak mendapatkan akses pendidikan. Kemiskinan selalu terkait erat dengan kebodohan. Betapa banyak anak usia sekolah yang tidak mendapatkan haknya karena diabaikan oleh pemerintah. Nabi SAW selalu mengajarkan doa agar kita diberikan ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkanya (HR Ahmad).

Ketiga, kemalasan. Sikap mental yang sangat berbahaya bagi seorang manusia adalah malas melakukan tugas. Manusia tidak dilahirkan malas, tapi fitrah, yakni membawa potensi benar (ilmu), baik (etika), dan indah (estetika). Nabi SAW me ngajarkan doa agar kita dilindungi dari delapan sifat buruk seperti lemah dan malas (HR Bukhari). Prof KH Didin Hafidhuddin dalam buku Membangun Kemandirian Umat menjelaskan bahwa dengan doa tersebut Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk berhijrah dari sifat-sifat buruk menuju sifat-sifat mulia yang dibutuhkan dalam mengisi kemerdekaan.

Keempat kesyirikan. Perilaku yang paling berbahaya pada seorang Muslim adalah menyekutukan Allah SWT, sebab menyandingkan-Nya dengan sesuatu untuk mengikuti hawa nafsu (QS al-Jatsiyah [45]: 23). Oleh karena itulah, Allah tidak mengampuni dosa syirik sampai ia tobat nasuha dan semua ibadahnya akan hampa (QS al-Kahfi [18]: 110). Belakangan, dunia klenik unjuk gigi dengan membentuk perkumpulan dukun se-Indonesia. Namun, ke beranian seorang pesulap muda membu ka kedoknya membuat kita sadar bahwa kehebatan mereka hanya tipuan belaka.

Akhirnya, kemiskinan bisa diubah dengan kerja keras. Kebodohan pun bisa diubah dengan belajar sungguh-sungguh. Kemalasan juga bisa diubah dengan kemauan tinggi. Begitu pun kesyirikan mesti diubah dengan ketauhidan. Jika mampu melepas belenggu yang menggerogoti hati dan pikiran tersebut, kita telah hijrah dan merdeka. Dirgahayu RI. Semoga berkah ma kin melimpah. Allahu a'lam bissawab.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement