REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Masjid merupakan tempat yang sangat mulia dan suci. Sebab itu setiap orang yang memasuki masjid harus dalam keadaan suci dan memperhatikan etika dan adab ketika berada di dalam masjid termasuk juga tentang larangan berbisnis di dalam masjid.
Namun di area mana yang di larangan dan diperbolehkan digunakan berbisnis? Apakah boleh sekedar membeli pulsa di dalam masjid?
Pakar fiqih muamalah yang juga anggota Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), ustadz Oni Sahroni mengatakan larangan bertransaksi di dalam masjid berdasarkan hadits Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah.
Dalam hadits itu nabi menginformasikan bahwa bila ada orang yang berjualan di masjid maka Allah tidak akan membuat bisnisnya untung. Kendati demikian pada area mana yang dilarang melakukan bisnis atau transaksi?
Ustadz Oni mengatakan secara prinsip kegiatan perekonomian di area masjid diperbolehkan berdasarkan beberapa kriteria diantaranya tempat bertransaksi atau bisnis bukan tempat yang biasa digunakan melaksanakan sholat berjamaah, aktivitas bisnis tetap menjaga kehormatan masjid sebagai tempat ibadah, tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di masjid, aktivitas bisnis yang berlangsung di area masjid adalah halal, dan aktivitas bisnis tersebut ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid atau masyarakat umum.
Ustadz Oni mengatakan bahwa aktivitas bisnis atau transaksi ekonomi dilarang dilakukan di tempat yang biasa digunakan untuk sholat lima waktu. Memang terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai orang yang dalam kondisi beri'tikaf di dalam masjid apakah terkena larangan bertransaksi seperti membeli pulsa. Namun menurut ustaz Oni menjaga kehormatan masjid lebih diutamakan.
"Jika ingin bertransaksi, pilihannya keluar masjid lebih baik. Masjid ini ada tempat sholat dan ada pelataran. Bisa keluar sebentar ke pelataran kita lakukan transaksi. Itu pilihan yang lebih baik untuk menjaga kehormatan masjid," kata ustaz Oni dalam kajian fiqih daring beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut ustaz Oni mengatakan dalam fatwa MUI no 34 tahun 2013 tentang pemanfaatan area masjid untuk kegiatan sosial dan bernilai ekonomis, pada poin 2 dan 3 dijelaskan bahwa pemanfaatan area masjid baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan dengan syarat senantiasa menjaga kehormatan masjid dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.
Ustadz Oni mengatakan berdasarkan pandangan ahli fiqih diantaranya adalah As Sarwani mengatakan bahwa boleh melakukan aktivitas di area masjid yakni aktivitas yang tidak mengganggu kesucian masjid termasuk menjahit.
Sedang ulama Malikiyah yakni Ad Dasuki mengatakan bahwa menjadikan bawah masjid sebagai tempat tinggal itu dibolehkan. Sedang syekh Ar Rahibani mengatakan area masjid boleh dipergunakan untuk aktivitas ekonomi seperti buka toko atau warung.
Ustadz Oni mengatakan untuk menentukan area tersebut bisa digunakan atau tidak untuk aktivitas ekonomi maka dapat dilihat dari dua bentuk. Pertama bila masjid dan areanya adalah wakaf maka yang menjadi referensi adalah peruntukan nadzir sebagaimana dilakukan dalam perjanjian akta wakaf. Mana saja yang termasuk area shalat lima waktu dan mana yang bukan. Maka bila telah diketahui pelataran masjid tidak digunakan untuk sholat lima waktu maka boleh digunakan untuk aktivitas ekonomi. Namun bila bukan wakaf maka yang menjadi referensi adalah bagaimana masyarakat menggunakan area tersebut.
"Area yang digunakan untuk tempat sholat lima waktu berarti bukan dan tidak boleh digunakan untuk aktivitas perekonomian. Tapi kalau yang tidak digunakan untuk shalat lima waktu, misalnya (hanya digunakan) saat idul adha, atau untuk kegiatan tahsin anak-anak itu yang dibolehkan," katanya.
Maka menurut ustaz Oni melakukan aktivitas perekonomian di area masjid itu boleh dengan syarat dilakukan bukan di area masjid. Melainkan di area lain masjid yang tidak digunakan sebagai tempat shalat lima waktu seperti lapangan masjid, lantai bawah masjid, pelataran masjid. Selain itu dalam melakukan transaksi bisnis tetap menjaga kehormatan masjid dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah. Ketika ada aktivitas shalat maka seluruh aktivitas bisnis dihentikan untuk menjaga kesucian dan tidak mengganggu ibadah. Yang penting untuk diperhatikan adalah bisnis yang dijalankan halal dan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan masyarakat.
"Maka masjid masjid boleh mengelola aktivitas perekonomian misalnya di pelataran. Kalau masjid terdiri dari beberapa lantai, misalnya lantai bawah atau di beberapa ruang lain, yang digunakan untuk ibadah tapi tidak untuk sholat lima waktu. Ini didasarkan bahwa Rasulullah juga menempati rumah di samping masjid pada waktu itu," katanya.