REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Permainan catur telah dikenal lama oleh umat Islam, sejak masa para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, Para ulama sepakat bahwa permainan catur yang disertai taruhan, yang kalah membayar kepada yang menang berupa materil ataupun immateril hukumnya adalah haram dan termasuk qimar (perjudian).
Para ulama juga sepakat bahwa permainan catur yang melalaikan dari melaksanakan kewajiban terhadap Allah SWT serta kewajiban terhadap manusia hukumnya juga haram.
Dan para ulama juga sepakat bahwa permainan catur yang pemenangnya mendapatkan hadiah dari panitia penyelenggara hukumnya juga haram, karena tidak termasuk tiga permainan yang dibolehkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mengandung makna ketangkasan jihad. ( Lihat Al qimar, Haqiqatuhu wa Ahkamuhu)
Adapun permainan catur yang tidak disertai taruhan, tidak melalaikan pelaksanaan kewajiban dan tidak mendapat hadiah dari pihak manapun, maka hukumnya diperselisihkan para ulama mazhab.
Pendapat pertama yaitu para ulama Mazhab Maliki dan Hanbali mengharamkan permainan catur (Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah) dan pendapat ini juga didukung Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Yang menjadi dalil pendapat ini yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saat melewati orang yang sedang bermain catur, dia berkata:
ما هذه التماثيل التي أنتم لها عاكفون
"Patung-patung apakah ini yang kalian tekun berdiam dihadapannya?." (HR Ibnu Abi Syaibah. Atsar ini dinyatakan sahih oleh Imam Ahmad).
Tanggapan: Dalil ini tidak kuat menunjukkan larangan permainan catur, karena bisa jadi Ali radhiyallahu ‘anhu melarang mereka bermain catur disebabkan bidak permainan catur berupa patung kuda, atau dia melarang karena mereka bermain terlalu lama, karena Ali mengatakan, "Kalian tekun berdiam di hadapannya."
Jadi, larangan tersebut bukan karena materi permainannya. Jika bidaknya tidak terdapat salib dan tidak menyerupai patung orang, ataupun hewan maka main catur boleh. (Lihat: Al Musabaqat wa ahkamuha fisy Syariah)
2. Dalil yang juga mengharamkan permainan catur bahwa permainan ini sama dengan permainan dadu, yaitu dapat melalaikan dari melakukan kewajiban sholat. (Lihat: Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah)
Tanggapan: dalil ini juga tidak kuat, karena terdapat perbedaan antara permainan catur dengan dadu. Permainan dadu asasnya adalah untung-untungan berbeda dengan catur dimana terdapat unsur berfikir dan perhitungan untuk memenangkan sebuah permainan. (Dr Sa'ad Asy Syatsri)
Pendapat kedua yaitu para ulama Mazhab Hanafi dan Syafi'i tidak mengharamkan permainan catur. Para ulama ini berdalil bahwa tidak ada dalil yang melarang permainan catur, maka permainan catur boleh karena berguna untuk mengasah otak dalam strategi perang yang diajarkan dalam permainan catur. Maka dari sisi ini, permainan catur bisa diqiyaskan dengan permainan yang melatih ketrampilan dalam berjihad.
Wallahu a‘lam, pendapat yang membolehkan permainan catur lebih kuat, jika larangan-larangan yang dijelaskan di atas dihindari.