REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Teguh Setiawan, Mantan Jurnalis Republika
Hampir semua negara mengucapkan belasungkawa atas kematian Ratu Elizabeth II, kecuali Iran. Alih-alih belasungkawa, media Iran justru mengeluarkan pernyataan ofensif.
Arab News menulis pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei dan Presiden Ebrahim Raissi gagal menyampaikan belasungkawan kepada Raja Charles III, atau rakyat Inggris, sejak kematian Elizabeth II diumumkan, Kamis lalu.
Kementerian Luar Negeri Iran juga membisu, membiarkan negeri para Mullah itu sebagai outliner internasional saat pemimpin dan pemerintah negara lain memberi penghormatan.
Media Iran justru mengeluarkan pernyataan ofensif terhadap Elizabeth II. Fars, kantor berita Iran, menyerang warisan berdarah sang ratu untuk kemanusiaan.
Fars menurunkan artikel yang mengurai kejahatan ratu, serta daftar tindakan yang seharusnya dilakukan Inggris terhadap Mesir, Iran, Yaman, dan Afghanistan.
Iran juga mempertanyakan penggunaan metode untuk meningkatkan kekayaan pribadi, tapi dimakamkan dengan biaya negara.
Kudeta 28 Mordad
Ratu Elizabeth II naik takhta Juni 1952. Setahun kemudian, Shah Iran — dibantu Inggris dan AS — menggelar kudeta 28 Mordad yang melengserkan PM Mohammad Mosaddegh untuk memperkuat kekuasaan Shah Iran.
Inggris menggelar Operasi Boot dan AS melancarkan Proyek TPAJAX untuk memuluskan penggulingan Mosaddegh. Setelah penyingkiran Mossadegh, Shah Iran menjadi penguasa tunggal sampai 26 tahun berikut.
Shah Iran adalah teman Ratu Elizabeth II, yang digambarkan rejim Iran saat ini sebagai satu-satunya yang selamat dalam Kudeta Mordad 1953.
Ratu Elizabeth II tidak punya hubungan apa pun dengan operasi MI6 dan CIA, agen rahasia Inggris dan AS, untuk mendukung monarki Iran. Namun, menurut koresponden internasional The Independent Barzou Daragahi, teori konspirasi tetap populer di elemen masyarakat Iran.
Shah Iran berkunjung ke Inggris dan bertemu Ratu Elizabeth sebelum revolusi yang menggulingkan monarki Iran tahun 1979. Ratu Elizabeth II mengunjungi Iran tahun 1961, dan Shah Iran meresmikan jalan dengan nama ratu. Setelah revolusi 1979, nama jalan itu diubah.
Jauh di luar Iran, Reza Pahlavi — putra mendiang Shah Iran — menyampaikan beasungkawa atas nama keluarga monarki Iran di pengasingan.
“Sebagai ratu terlama di dunia, Elizabeth II menjabat dengan kekuatan terhormat dan mulia, untuk keadilan dan kemajuan, serta kesinambungan dan persatuan bangsanya,” demikian pernyataan Reza Pahlavi.
“Dia akan dikenang dengan penuh hormat atas pengabdiannya kepada Inggris dan rakyatnya,” lanjut Reza Pahlavi, yang kini bermukim di AS dan aktivis opisisi rezim para mullah di Iran.