REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak akan menghadiri Sidang Majelis Umum PBB (SMU PBB) ke-77 di New York, Amerika Serikat (AS). Sebagai gantinya, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi akan mewakili Jokowi di dalam sidang tersebut membawa isu-isu yang menjadi perhatian Indonesia.
"Presiden Jokowi tidak berangkat untuk Sidang Umum PBB tahun ini. Delegasi Indonesia akan dipimpin oleh Menlu Retno dan akan banyak sekali kegiatan yang dilakukan baik dalam konteks mewakili presiden dan pertemuan lainnya," ujar Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kemenlu, Tri Tharyat dalam media briefing di Ritz-Carlton, Jakarta, Senin (12/9/2022).
Sementara itu, Menlu Retno akan mewakili Jokowi pada sesi High Level Week (HLW) yang berlangsung pada 20-26 September mendatang. SMU PBB ke-77 sendiri dibuka pada Selasa (13/9/2022).
"Tahun ini Sidang Umum PBB mengizinkan kedatangan in person 100 persen, Ibu Menlu akan berbicara atas nama Indonesia, sedangkan pesan Jokowi tidak akan disajikan dalam bentuk video rekaman," katanya.
Tri menjelaskan terdapat lima isu yang menjadi perhatian Indonesia di SMU PBB ke-77 mendatang. Pertama, sesuai dengan relevansi Indonesia sebagai ketua G20 dan persiapan segala bentuknya menjelang KTT G20 di Bali hingga rencana kesiapan Indonesia di keketuaan ASEAN 2023.
Kedua, Indonesia bakal menekankan pentingnya multilateralisme. Ketiga, Indonesia juga mendorong peran PBB di dalam penanganan tantangan global, khususnya pada isu pemulihan ekonomi global pasca pandemi hingga penanganan iklim.
"Keempat adalah penguatan arsitektur kesehatan global yang juga merupakan salah satu pilar penting presidensi G20 RI dan juga aktivitas diplomasi kesehatan yang terus kita dorong hingga hari ini," jelas Tri.
Serta kelima, yakni Indonesia akan mengendapkan pada upaya penyelesaian sengketa secara damai. Menurut Tri, SMU PBB tahun ini diselimuti oleh masih mengemukanya tantangan global.
"SMU PBB ke-77 dipimpin oleh Hungaria dengan tema solusi transformatif di tengah kompleksitas tantangan global," kata Tri.
Adapun sejumlah isu yang menjadi latar belakang pemilihan tema tersebut, di antaranya perang Rusia-Ukraina, pandemi Covid-19, wabah monkeypox atau cacar monyet, pendekatan unilateralisme dalam penyelesaian masalah internasional, situasi di Pasifik dan eskalasi Taiwan-China hingga perdebatan nuklir di Semenanjung Korea.