Kamis 29 Sep 2022 02:25 WIB

Ada 1.308 Perkara Pidana dan Perdata Dibawa Kementerian LHK ke PN

Kekuatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan saat ini dicerminkan oleh adanya Unit Kerja Spesialis yaitu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum).

Rep: MASPRIL ARIES/ Red: Partner
.
Foto: network /MASPRIL ARIES
.

Aparat Ditjen Gakkum Kementerian LHK (FOTO Humas Ditjen Gakkum)

KAKI BUKIT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum), Selasa, 27 September 2022 dua orang tersangka dalam kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Dua tersangka tersebut AN (40) General Manager dan EK (33) Direktur PT Sawit Inti Prima Perkasa (PT SIPP) industri pengolahan minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup berupa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan/atau melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Menurut Direktur Jendral (Dirjen) Gakkum Rasio Ridho Sani, atas perbuatannya kedua tersangka diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda sebanyak 10 miliar rupiah.

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 98 jo Pasal 116 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 KUHAP dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dengan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau Pasal 104 berupa ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dengan denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga miliar rupiah).

“Kedua tersangka, AN ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri dan tersangka EK di Rumah Tahanan Kelas I Salemba Jakarta Pusat,” kata Rasio Ridho Sani yang akrab disapa Roy.

Menurut Roy, penindakan terhadap kedua tersangka adalah bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum Kementerian LHK untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup. “Pencemaran lingkungan hidup merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara,” ujarnya.

Kasus penegakan hukum terhadap pimpinan PT Sawit Inti Prima Perkasa perusahaan pengolahan minyak mentah kelapa sawit atau CPO, adalah satu kasus pidana lingkungan terbaru dari ribuan kasus pelanggaran hukum lingkungan yang mencakup pelanggaran pidana dan perdata.

Dirjen Gakkum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani (duduk tengah) memberikan keterangan pers kasus pencemaran lingkungan di Riau.

Dirjen Gakkum menjelaskan, komitmen Kementerian LHK dalam melakukan penegakan hukum guna mewujudkan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat konsisten, dalam beberapa tahun ini melalui Ditjen Gakkum telah membawa 1.308 perkara pidana dan perdata ke pengadilan negeri (PN) di seluruh Indonesia, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.

"Kementerian LHK juga telah menerbitkan 2.446 sanksi administratif dan melakukan 1.854 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 706 diantaranya operasi pemulihan keamanan kawasan hutan. Sekali lagi kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara," kata Roy.

Dalam buku “Saatnya Berubah - Aksi Korektif Siti Nurbaya Mengelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan” menyebutkan, dalam penegakan regulasi Kementrian LHK melakukan langkah korektif di bidang penegakan hukum untuk mendorong perubahan perilaku demi membangun budaya kepatuhan untuk mewujudkan Keadilan Lingkungan dan Kewibawaan Negara. Kekuatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan saat ini dicerminkan oleh adanya “Unit Kerja Spesialis” yaitu Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum).

Menurut Menteri Siti Nurbaya, unit kerja spesialis ini sangat efektif karena dapat lebih fokus kepada pencapaian misi unit kerja. Kekuatan lain adalah mandat penegakan hukum yang kuat yang diberikan kewenangannya oleh tujuh undang-undang diantaranya UU No. 5 tahun 1990, UU No. 41 tahun 1999, UU No. 32 tahun 2009, UU No. 18 tahun 2013. Selain itu juga digunakan UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang.


Dalam lima tahun pertama masa jabatannya sebagai Menteri LHK menurut Siti Nurbaya, para hakim lingkungan telah menjalankan fungsinya secara proposional. Beberapa kasus hukum telah diputuskan secara cukup adil. Upaya penegakkan hukum dilakukan Ditjen Gakkum dengan langkah-langkah operasi pencegahan dan pengawasan serta penyelesaian sengketa.

Tercatat telah dilakukan operasi pecegahan kejahatan dan pengamanan hutan dari perambahan sebanyak 337 kali, operasi pengamanan tumbuhan dan satwa liar 241 kali serta operasi pengamanan hutan dan hasil hutan sebanyak 881 kali. Jenis kejahatan lain meliputi kerusakan lingkungan, limbah dan pencemaran industri. Dalam upaya penegakan hukum, dilakukan pengawasan terhadap 3.153 izin serta penanganan 2.677 pengaduan dan telah dijatuhkan sanksi administratif 541, serta sanksi fasilitasi perdata pada 18 perusahaan dan sanksi pidana 567 dan untuk 171 kasus dilakukan proses di Polri dan Kejaksaan.

Salah satu kasus terbesar pada masa itu adalah, Kementerian LHK menyita 384 kontainer kayu ilegal dari Papua. Kontainer kayu yang diamankan diperoleh dari dari empat kali operasi pengamanan di Surabaya dan Makassar. Kayu yang diamankan diperkirakan memiliki volume lebih dari 5.812,77 meter kubik senilai minimal sekitar Rp 104,63 miliar.

Operasi pengaman tersebut melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian-Bareskrim dan Polda, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Ditjen PHPL-KLHK), TNI AL, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla-Kemenhub), Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), serta Pemerintah Daerah di Surabaya pada 16 Januari 2019.

Hukum Lingkungan

Menurut Koesnadi Hardjasoemantri dalam “Hukum Tata Lingkungan” (1988), hukum lingkungan modern menerapkan ketentuan dan norma-norma mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi menjamin kelestariannya agar dapat langsung dan terus menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia maka Undang-Undang Lingkungan Hidup tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sumber hukum formal tingkat undang-undang yang pertama ada di Indonesia. UU ini memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum.

Kemudian apa yang dilakukan Kementerian LHK melalui penegakan hukum lingkungan adalah adalah satu upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah sesuatu yang sangat penting bagi umat manusia di muka bumi dalam keberlangsungan kehidupannya. Itu berarti manusia harus menjaga lingkungan hidupnya, harus dijaga kelestarian fungsi lingkungan hidupnya.

Lingkungan hidup bagi manusia memiliki fungsi : 1) Fungsi Sosial yaitu lingkungan hidup dapat dijadikan tempat tinggal dan tempat mengembangkan kebudayaan manusia. 2) Fungsi Ekonomi yaitu lingkungan hidup dapat dijadikan tempat berusaha sekaligus sebagai sumber bahan baku bagi kelangsungan kegiatan usahanya. 3) Fungsi Politik yaitu lingkungan hidup sebagai salah satu unsur negara yaitu sebagai wilayah negara Indonesia, disamping unsur rakyat dan pemerintahannya, 4). Fungsi Pertahanan dan keamanan, yaitu lingkungan hidup sebagai suatu teritorial yang bisa dijadikan pertahanan negara terutama di wilayah perbatasan yang harus dijaga dengan ketat.

Unutk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup tersebut pemerintah membuat suatu ketentuan atau regulasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup : a). perencanaan; b). pemanfaatan; c). pengendalian; d). pemeliharaan; e). pengawasan; dan f). penegakan hukum.

Khusus penegakan hukum dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur penegakan hukum antara lain penegakan hukum administrasi, penegakan hukum perdata dan penegakan hukum pidana. Pada bidang penegakan hukum, Kementerian LHK memiliki lembaga bernama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) yang kini dipimpin seorang Direktur Jendral yang kini dijabat Rasio Ridho Sani.


Di laman website gakkum.menlhk.go.id menyebutkan bahwa Ditjen Gakkum merupakan unsur pelaksana pada Kementerian LHK yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri LHK. Ditjen Gakkum menjadi salah satu unit tugas di Kementerian LHK yang dibentuk pada awal Juli 2015.

Menurut Roy, lima tahun sejak dibentuknya satuan unit kerja ini, sedikit banyak telah memberikan andil positif dalam menjaga kualitas lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan hutan menjadi lebih kuat. Ditjen Gakkum senantiasa mendukung melalui penegakan hukum secara tegas dan konsisten dalam ranah lingkungan hidup dan kehutanan demi tercapainya Indonesia yang maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian gotong royong.

Dalam penegakan hukum lingkungan Kementerian LHK juga menggunakan multi-door approach yang sangat membantu untuk mencegah pelaku pelanggar hukum lolos dari jeratan hukum dengan mudah atau dapat memperoleh sanksi yang sesuai. Instrumen penegakan hukum meliputi sanksi administratif, penyelesaian sengketa dan penegakan hukum pidana.

Roy menjelaskan, periode 2015-2019 merupakan periode yang menunjukkan bangkitnya penegakan hukum lingkungan. Upaya-upaya penegakkan lingkungan yang dilakukan dirasakan telah membuahkan hasil dan akan terus disempurnakan. Langkah integratif antara unsur-unsur penegakkan hukum berlangsung secara baik, bersama-sama POLRI, Kejaksaan, dan Gakkum LHK. Dukungan pemahaman yudikatif dirasakan juga cukup baik dan sangat membantu.

Dalam penegakan hukum lingkungan oleh Kementerian LHK pada masa kepemimpinan Menteri Siti Nurbaya patut mendapat apresiasi. Ditjen Gakkum telah menunjukan keberdayaan institusi ini sebagai bagian dari penegakan hukum lingkungan di Indonesia.

Ke depan para penegak hukum khususnya terkait dengan tindak pidana lingkungan harus terpatri dalam benaknya bahwa kerugian dan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya yang bersifat nyata (actual harm), tetapi juga yang bersifat ancaman kerusakan potensial, baik terhadap lingkungan hidup maupun kesehatan umum.

Mengutip Absori dalam “Penegakan Hukum Lingkungan Pada Era Reformasi,” (2005) menyebutkan, bahwa kerusakan lingkungan sering kali tidak seketika timbul dan tidak dengan mudah pula untuk dikuantifikasi. Untuk generic crime yang relatif berat, sebaiknya memang dirumuskan sebagai tindak pidana materiil, dalam hal ini akibatnya merupakan unsur hakiki yang harus dibuktikan.

Untuk tindak pidana yang bersifat khusus (specific crimes) yang melekat pada hukum administratif dan relatif lebih ringan, maka perumusan bersifat formil tanpa menunggu pembuktian akibat yang terjadi dapat dilakukan.

Absori melayangkan kritiknya, bahwa penegakan hukum lingkungan yang dilakukan lembaga formal, seperti pengadilan dan pemerintah selama ini belum bergeser dari pendekaatan positivis formal dan prosedural. Aparat penegak hukum dalam merespon dan menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan menunjukan sikap yang formalis, deterministik, dan memberi peluang terjadinya perilaku eksploitatif di kalangan pelaku usaha (investor).

Instrumen hukum yang dipakai hanya berorientasi prosedur dan tidak dapat diandalkan sebagai pilar utama untuk mengatasi problem lingkungan, sementara pencemaran lingkungan dalam proses waktu semakin sulit untuk dapat dikendalikan.

Dalam penegakan hukum oleh Kementerian LHK, kini terlihat bahwa tidak lagi menyasar pelaku 'kelas teri', namun juga kalangan korporasi yang dinilai lalai menjaga lahan konsesi. Juga dilakukan ketegasan pada pelanggar kasus lingkungan lainnya. (maspril aries)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement