Rabu 12 Oct 2022 12:12 WIB

Konversi Energi yang Bikin Pusing

Jaringan gas (jargas) rumah tangga bisa dipertimbangkan.

Ilustrasi foto seorang warga memasak menggunakan kompor listrik induksi di Kampung Mojo, Semanggi, Solo, Jawa Tengah.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Ilustrasi foto seorang warga memasak menggunakan kompor listrik induksi di Kampung Mojo, Semanggi, Solo, Jawa Tengah.

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi-bagi kompor listrik oleh pemerintah dan PLN buat masyarakat kelas bawah resmi dibatalkan. Meskipun, proyek percontohan di Solo, Jawa Tengah dan Denpasar, Bali tetap jalan. Janjinya, PLN akan mengevaluasi perilaku masyarakat pengguna kompor listrik yang diikutkan dalam proyek itu.

Saya bersyukur program konversi kompor listrik ini batal. Kalau alasannya demi menuju energi terbarukan, mungkin perlu dipastikan dulu pembangkit listriknya bukan pakai batu bara atau diesel.

Kalau persoalannya mengurangi beban subsidi LPG, ada alternatif lain. Sebab kalaupun konversi kompor listrik ini diteruskan, masyarakat juga yang kena getahnya.

Saat wacana konversi ke kompor listrik ini muncul PLN memang janji, pelanggan 450 VA dan 900 VA akan mendapat kompor induksi gratis bersama alat masaknya, lalu gratis biaya pemasangan dan diberi Miniature Circuit Breaker (MCB) khusus agar daya listrik tidak perlu dinaikkan tapi daya memadai untuk mengoperasikan kompor listrik. Sampai di situ, memang terdengar baik. Namun lantas, siapa yang akan bayar tagihan bulanan listriknya setelah setelahnya? Apakah MCB juga akan dicabut?

Peserta program konversi yang pada dasarnya adalah kelompok masyarakat subsidi berpotensi menanggung beban lanjutan akibat ganti kompor. Karena itu, saya bersyukur kebijakan ini dibatalkan, meski untuk sementara waktu.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM punya target jumlah pengguna kompor listrik hingga 2060. Pada 2030 ditargetkan ada 18,2 juta rumah tangga, pada 2035 sebanyak 28,2 juta rumah tangga, dan pada 2040 sebanyak 38,2 juta rumah tangga. Kemudian pada 2050, pemerintah menargetkan 48,2 juta rumah tangga pakai kompor listrik dan pada 2060 ada 58 juta rumah tangga pengguna kompor listrik.

Alternatif penggunaan energi dalam negeri seperti gas alam melalui jaringan gas (jargas) rumah tangga bisa dipertimbangkan. PR jargas rumah tangga salah satunya adalah pembangunan infrastruktur pipa. Buat daerah yang sudah punya infrastrukturnya, perluasan jargas rumah tangga bisa cepat. Menurut para pengguna, biaya tagihan jargas rumah tangga juga terbilang murah. Setidaknya, ini bisa jadi alternatif masa transisi dari LPG ke listrik.

Sejak 2009 hingga 2021, jargas kota telah terbangun dan aktif melayani masyarakat masing-masing sebanyak 516.720 dan 118.718 sambungan rumah (SR) pada 18 provinsi dan 64 kabupaten/kota.

Tiap kebijakan memang punya pro kontranya. Namun, khusus transisi energi ini, perlu dipikirkan betul dampak ikutan, infrastruktur, dan edukasi untuk membangun kesiapan masyarakat. Sebab bagi masyarakat, apapun sumber energinya, yang penting mudah, terjangkau, dan selalu tersedia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement