REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan prospek ekonomi global untuk 2023. Langkah ini diambil karena kondisi global belum stabil akibat perang Rusia melawan Ukraina, tekanan inflasi kronis, kenaikan suku bunga, dan konsekuensi berkepanjangan dari pandemi global.
IMF pada Selasa (11/10/2022) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global tahun depan sebesar 2,7 persen atau turun dari perkiraan sebelumnya yaitu 2,9 persen. Kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, mengatakan, tiga ekonomi utama dunia yaitu Amerika Serikat, Cina dan Eropa sedang mandek. Sementara negara-negara yang menyumbang sepertiga dari output ekonomi global akan berkontraksi tahun depan. Hal ini menunjukkan, 2023 akan terasa seperti resesi bagi banyak orang di seluruh dunia.
"Yang terburuk belum datang," kata Gourinchas.
Dalam perkiraan terbarunya, IMF memangkas prospek pertumbuhan di Amerika Serikat menjadi 1,6 persen tahun ini atau turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,3 persen. IMF memperkirakan ekonomi China tumbuh hanya 3,2 persen tahun ini, atau turun drastis dari 8,1 persen tahun lalu. Beijing telah menerapkan kebijakan nol-Covid-19 dan telah menindak pinjaman real estat yang berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas bisnis.
Dalam pandangan IMF, ekonomi kolektif dari 19 negara Eropa yang menggunakan mata uang euro mengalami kesulitan akibat harga energi yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh serangan Rusia terhadap Ukraina dan sanksi Barat terhadap Moskow. Ekonomi Eropa akan tumbuh hanya 0,5 persen pada 2023.
Perekonomian dunia telah mengalami perjalanan yang tak terduga sejak pandemi Covid-19 pada awal 2020. Pandemi dan penguncian di sebagian besar negara membuat ekonomi dunia terhenti pada musim semi 2020. Pengeluaran pemerintah sangat rendah. Sementara suku bunga pinjaman yang direkayasa oleh Federal Reserve serta bank sentral lainnya memicu pemulihan yang kuat dan cepat secara tak terduga dari resesi pandemi.