REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Anak Konsultan Penyakit Infeksi Tropis Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan RSCM Prof Hindra Irawan Satari menyatakan bahwa kasus demam berdarah dengue (DBD) terus meningkat saat pandemi Covid-19 sudah dapat dikendalikan. Artinya, DBD tetap harus diwaspadai secara menyeluruh.
"Meskipun Covid-19 mulai mereda, demam berdarah dengue tetap akan ada. Tolong diingat bahwa dia tidak pandang bulu menulari siapapun," kata Prof Hindra dalam webinar "Waspada Penyebaran Dengue di Tengah Musim Hujan" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Prof Hindra mengatakan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait persebaran kasus DBD pada 2020, jumlah akumulatif kasus mencapai 103.509 kasus. Pada 2021, angkanya turun menjadi 73.518 kasus dan naik kembali menjadi 87.501 sampai dengan minggu ke-36 tahun 2022.
Pada tahun 2022, angka itu diprediksi akan terus mengalami kenaikan. Dengan tren naik turun itu, Prof Hindra mengatakan bahwa dengue akan terus ada dan menulari banyak orang.
Data lain yang dipaparkan Prof Hindra adalah temuan tahun 2021. Ketika itu, ada 10 provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi, yaitu Kepulauan Riau 80,9 persen, Kalimantan Timur 78,1 persen, Bali 59,8 persen, Kepulauan Bangka Belitung 58,1 persen, Nusa Tenggara Barat 50,9 persen, Jawa Barat 47,8 persen, Sulawesi Utara 47,3 persen, Gorontalo 46,6 persen, Nusa Tenggara Timur 45,4 persen, dan Sulawesi Selatan 40 persen dari per 100 ribu penduduk.
Hingga pekan ke-36 tahun 2022 saja, menurut Prof Hindra, jumlah kumulatif kasus kematian mencapai 816 jiwa. Artinya, setiap tiga hari terdapat tiga orang yang meninggal akibat demam berdarah dengue.
Menurut Prof Hindra, kenaikan kasus dipengaruhi dari perilaku masyarakat di Indonesia yang gemar menampung air atau menciptakan ruang bagi nyamuk berkembang biak. Selain itu, kemudahan dalam mengakses transportasi juga membantu host atau manusia saling menularkan dan membawa virus dengue sampai ke negara lain.