Reduksi Klitih Lewat Manajemen Emosi
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Reduksi Klitih Lewat Manajemen Emosi (ilustrasi). | Foto: Reuters
REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kasus klitih sering menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakamanan bagi masyarakat dan wisatawan Yogyakarta. Apalagi, makna klitih menjadi lebih negatif karena banyaknya kasus kekerasan jalanan yang pelakunya merupakan remaja.
Hal ini menjadi perhatian mahasiswa Himpunan Mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Mereka membuat edukasi terkait self management bagi anak usia SD dan SMP sebagai bekal memasuki masa remaja.
Sehingga, bisa menjadi salah satu pencegahan dan tidak menjadi pelaku kejahatan klitih. Manajemen emosi dan kontrol diri dibutuhkan sebagai bentuk edukasi bagi anak terkait pengenalan emosi yang dirasa dan cara meregulasi emosi dengan baik.
Tim terdiri dari Fatih Zaidan Althov, Raissa Azzura Faatin, Sani Rahma Azzahra, Trisnawati, Palupi Adestyani, Syiva Windiana Ramadhani, Maudina Novera Ramadhani, Aisyah Sekarwangi Patria, Muhammad Rafi Adnan dan Husna Putri Irianti.
Fatih mengatakan, pemberian program manajemen emosi dan kontrol diri kepada anak SD dan SMP sebagai salah satu usaha preventif sebelum mereka memasuki usia remaja. Yang mana, rentan akan pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.
"Solusi permasalahan ini disesuaikan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga mereka lebih siap menghadapi tantangan tahapan selanjutnya pada usia-usia remaja," kata Fatih melalui rilis yang diterima Republika, Rabu (2/11).
Manajemen diri jadi bentuk edukasi soal pengenalan manajemen diri dan emosi yang dirasa dan cara meregulasi emosi dengan baik. Anak perlu dibimbing untuk kontrol diri, sehingga diharapkan perilaku yang tercipta mengarah ke hal-hal positif.
Apalagi, remaja biasanya cenderung membentuk kelompok pertemanan dan terpengaruh kelompok. Kegiatan terdiri dari journaling, sharing session, regulasi emosi dan drama sebagai media pengembangan bakat, pengekspresian emosi dan melatih empati.
Sani menambahkan, mereka turut sertakan Taman Pendidikan Alquran (TPA) sebagai penguatan keagamaan bagi yang beragama Islam. Tujuannya, memperkuat pendidikan moral subyek, sehingga mereka berperilaku sesuai tuntunan dan norma yang ada.
"Kegiatan TPA dilakukan untuk mengisi aktivitas positif dalam keseharian anak. Dengan sering mengikuti kegiatan seperti ini, diharapkan anak patuh agamanya dan menghindari larangan Tuhan, termasuk kenakalan-kenakalan yang tidak diinginkan," ujar Sani.