Kamis 03 Nov 2022 12:32 WIB

Penjarakan Pelaku Penyekapan dan Penyiksaan ART di Bandung Barat

Kasus yang dialami ART baik penyiksaan, penyekapan, perbudakan masih terus berulang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Penyiksaan terhadap pekerja wanita (ilustrasi).
Foto: Checksbalances.clio.nl
Penyiksaan terhadap pekerja wanita (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Pemenuhan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Ratna Susianawati memantau, kasus asisten rumah tangga (ART) yang disekap dan dianiaya oleh majikannya di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Diketahui, korban R (29 tahun) merupakan warga yang berasal dari Limbangan, Kabupaten Garut.

Ratna menuturkan, lembaganya memberikan perhatian terhadap kasus tersebut. Dia meminta, aparat penegak hukum (APH) untuk menindak tegas pelaku kekerasan terhadap ART karena merendahkan martabat perempuan.

"Kasus-kasus itu memperlihatkan betapa tidak manusiawinya perlakuan terhadap ART, serta absennya perlindungan Negara terhadap ART, APH harus menindak tegas pelaku kekerasan serta memproses hukum," kata Ratna dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/11).

KemenPPPA mengamati, kasus yang dialami ART baik penyiksaan, penyekapan, perbudakan masih terus berulang terjadi. Proses hukum berat atau hukuman ringan terhadap pelaku tetap menjadi prioritas utama berdasarkan peraturan yang berlaku sehingga tidak terjadi kasus serupa sebagai efek jera. 

"Pada hakikatnya semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan baik terhadap rakyat kecil maupun penguasa," ujar Ratna.

Kasus penyiksaan dan penyekapan itu berawal dari kecurigaan warga terhadap suara tangisan korban yang sering didengar warga hampir setiap malam selama 2-3 bulan. Bahkan, korban sering dibiarkan kehujanan di luar rumah pada malam hari. Dari beberapa kejadian yang terlihat itu akhirnya kecurigaan warga mengerucut pada dugaan korban disiksa oleh majikannya.

Warga kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pemerintah Desa Cilame.  Selanjutnya, Kepala Desa Cilame lantas berkoordinasi dengan aparat Kepolisian dan TNI untuk menolong korban. Pada 29 Oktober 2022, warga didampingi aparat Polisi dan TNI mendobrak rumah yang menjadi lokasi penyekapan korban dan mengevakuasi korban yang menderita sejumlah luka di tubuhnya. 

"Dari hasil visum, korban mengalami luka penganiayaan di bagian wajah, lengan, dan punggung. Saat ini pelaku sudah diamankan dan harus bertanggung jawab atas perbuatannya dalam pemeriksaan Satreksrim Polres Cimahi," ucap Ratna. 

Korban saat ini sudah didampingi untuk membuat laporan ke polisi. Namun korban berencana pulang ke daerah asalnya dulu di Kabupaten Garut, dan nantinya UPTD PPA Kabupaten Garut juga akan ikut melakukan pendampingan kepada korban.

Perbuatan para pelaku dapat dikenakan Pasal 333 KUHP tentang kejahatan merebut Kemerdekaan seseorang dengan diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, Pasal 351 Jo Pasal 65 KUHP tentang tindak Pidana penganiayaan yang dilakukan secara bersama, dan Pasal 44 UU RI No 23 tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman kurungan penjara maksimal 10 tahun. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement