Jumat 04 Nov 2022 19:19 WIB

Ilmuwan Temukan Bahan Baterai Baru, Bisa Gantikan Lithium Ion

Desain baterai baru ini bisa digunakan pada suhu rendah.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Baterai Lithium Ion. ILustrasi
Foto: Techradar
Baterai Lithium Ion. ILustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim peneliti di Rusia mengembangkan baterai baru yang menawarkan kepadatan energi yang mengesankan. Baterai ini mungkin juga tahan terhadap suhu rendah.

Dilansir dari New Atlas, Rabu (3/8/2022), baterai sodium-ion mendapatkan perhatian sebagai alternatif yang lebih berkelanjutan untuk lithium-ion. Hal ini lantaran kelimpahannya yang lebih banyak dan biaya pembuatan yang rendah. Baterai ini bekerja seperti perangkat lithium-ion yakni memantulkan ion di antara sepasang elektroda melalui elektrolit cair.

Baca Juga

Penelitian baru, dari para ilmuwan di Skoltech dan Lomonosov Moscow State University, berfokus pada elektroda negatif atau katoda. Tim telah mengembangkan bahan katoda baru, dan menjanjikan keuntungan signifikan dalam kepadatan energi.

Baterai itu terdiri dari bubuk yang terbuat dari sodium-vanadium fosfat fluorida. Tim mengerahkan bahan katoda baru mereka dalam baterai sodium-ion konfigurasi sel koin dan mengujinya.

Mereka menemukan bahwa bahan itu menawarkan peningkatan kepadatan energi hingga 15 persen dibandingkan dengan desain terkemuka saat ini. Bahan baru ini juga membolehkan  baterai sodium-ion berfungsi di iklim yang lebih dingin, menurut para peneliti.

“Kapasitas penyimpanan energi yang lebih tinggi hanyalah salah satu keuntungan dari bahan ini,” kata Fedotov. 

Ini juga memungkinkan katoda beroperasi pada suhu sekitar yang lebih rendah, yang sangat relevan untuk Rusia. Para ilmuwan mengatakan ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut tentang bahan ini, tetapi dengan penelitian lebih lanjut mereka melihat baterai ini digunakan dalam kendaraan listrik berat seperti bus dan truk. Penyimpanan energi dari sumber terbarukan seperti angin dan matahari adalah kemungkinan lain. Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Nature Communications.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement