Rabu 09 Nov 2022 13:04 WIB

KPK Minta Mantan Gubernur Jatim Soekarwo Jelaskan Soal TAPD

KPK menelisik tupoksi TPAD terkait kasus dugaan suap bantuan keuangan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/11/2022). Soekarwo menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur periode 2014-2018 yang menjerat Kepala Bappeda Jawa Timur periode 2017-2018 Budi Setiawan.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/11/2022). Soekarwo menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan suap pengalokasian anggaran bantuan keuangan Provinsi Jawa Timur periode 2014-2018 yang menjerat Kepala Bappeda Jawa Timur periode 2017-2018 Budi Setiawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik soal tupoksi tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) terkait kasus dugaan suap bantuan keuangan yang menjerat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim 2014-2016 Budi Setiawan (BS). Hal ini didalami setelah tim penyidik memeriksa mantan gubernur Jawa Timur Soekarwo pada Selasa (8/11/2022).

Selain Soekarwo, KPK memanggil Ahmad Sukardi untuk dimintai keterangannya. Dia merupakan mantan sekretaris daerah Jawa Timur periode 2013-2018.

Baca Juga

"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan tupoksi dari TAPD di Pemprov Jawa Timur," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Kedua saksi ini diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Mereka juga diminta menjelaskan soal proses bantuan keuangan ke kabupaten dan kota di Jawa Timur.

"Selain itu juga dikonfirmasi terkait dengan proses pemberian bantuan keuangan dari Pemprov Jatim ke kabupaten maupun kota," ujar Ali.

Penetapan BS sebagai tersangka setelah KPK melakukan serangkaian penyelidikan berdasarkan fakta hukum persidangan perkara mantan bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan kawan-kawan serta perkara Direktur PT Kediri Putra Tigor Prakasa. Dalam konstruksi perkara, KPK menduga tersangka BS yang saat itu menjabat kepala BPKAD Provinsi Jatim sepakat memberikan bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi Jatim kepada Kabupaten Tulungagung dengan pemberian fee antara 7-8 persen dari total anggaran yang diberikan.

Selanjutnya, pada 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuangan Provinsi Jatim sebesar Rp 79,1 miliar. Atas alokasi bantuan keuangan Provinsi Jatim yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung, Sutrisno selaku kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung memberikan fee kepada tersangka BS sebesar Rp 3,5 miliar.

Kemudian pada 2017, tersangka BS diangkat menjadi kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sehingga kewenangan pembagian bantuan keuangan menjadi kewenangan mutlak tersangka BS. Pada 2017, Sutrisno atas izin Syahri Mulyo juga diminta untuk mencarikan anggaran bantuan keuangan di Provinsi Jatim.

Sustrisno juga menemui tersangka BS untuk meminta alokasi anggaran bagi Kabupaten Tulungagung sehingga pada anggaran perubahan tahun 2017 Kabupaten Tulungagung mendapatkan alokasi bantuan keuangan sebesar Rp 30,4 miliar dan tahun 2018 sebesar Rp 29,2 miliar. KPK menduga sebagai komitmen atas alokasi bantuan keuangan yang diberikan kepada Kabupaten Tulungagung pada 2017 dan 2018, Syahri Mulyo melalui Sutrisno memberikan fee sebesar Rp 6,75 miliar kepada tersangka BS.

Atas perbuatannya, tersangka BS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement