Penari menghindari hewan dengan gerak ritmis. Hewan terpaku urung memburu. Gambaran itu teradapat pada lukisan gua terindah yang pernah saya lihat.
Fakta palaentologi ini sekaligus mengungkap pada era cave life orang Indonesia telah mengerti penyeimbangangan enerji. Ketika penari di tepi pantai geraknya terpengaruh dendang gelombang laut, tapi ketika berhadapan dengan hewan, hewanlah yang dipengaruhi gerak tari.
Inilah motifasi Aristoteles IV M yang menyuruh Alexender the Great ke Indonesia yang disebutnya negeri di ujung timur. Migran ke Indonesia mencari emas, benar. Tapi migran dari bangsa-bangsa berperadaban juga ke Indonesis mencari "Ibu Pertiwi": konsep sistem pengaturan enerji yang merangsang kemakmuran dan kedamain.
Mereka menyaksikan Jawa, atau Java, yang artinya subur.
Bernard Grunn dalam Time Table of History, 1984, menulis: Manusia pertama kali tinggalkan gua 9000 tahun lalu penghuni Gua Khatal Khuyuk, Turki. Kemudian 'Ain Gazal, Palestina. Lalu mereka bikin kota. Dinamakan Java. Java hancur kena bencana. Ketika orang Palestina ke Indonesia V M mereka beri nama pulau Java, kita sebut Jawa. Orang Palestina sendiri di Indonesia disebut Kudus dari Al Quds.
Minaret Kudus dibuat orang Paletina.
Perempuan Indonesia XV-XVI M yang terkenal penari. Gerak tubuh dan kerling mata penari terjemah geometri dinamika alam. Persis pola inisial aksara Hyroglyp dan Aramaic.
Karenanya penari jaman itu jadi legenda. Perempuan yang melegenda jaman itu penari. Nyai Loro Kidul, wanita dengan tubuh belakang yang indah. Sayang ia menjadi terduga kuntil anak, serupa hantu identitas, yang malam-malam suka ketawa, kih kih kih kiiiiih.
Penulis: Ridwan Saidi, Budayawan Betawi dan Sejarawan