Oleh : Mujahidin Nur, Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia, Jakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, Perhelatan Group ot Twenty (G20) di Nusa Dua Bali (14-16) mempunyai makna yang sangat penting baik dalam konteks global maupun nasional.
Perhelatan ini bukan semata membahas isu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bagaimana pertemuan G 20 mampu menyelesaikan berbagai macam permasalahan nasional dan global dalam menghadapi climate change, terorisme global, kesehatan global, juga krisis kemanusiaan akibat peperangan yang terjadi antara Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, juga termasuk peperangan yang terjadi di Yaman dan Suriah yang menyebabkan eksodus jutaan manusia keberbagai penjuru dunia.
Dalam koteks ini, sejatinya kehadiran Presiden Rusia, Vladimir Putin pada KTT ini sangatlah penting sebagai representasi kekuatan politik blok Timur dan merepresentasikan negara-negara anti hegemoni Barat yang dipimpin oleh Amerika dan sekutunya.
Namun sayang, pada Kamis, 10 November 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin dipastikan tidak bisa menghadiri KTT G20 di Bali, yang akan diselenggarakan pada 15-16 November di Nusa Dua Bali.
Menurut Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kedatangan Vladimir Putin akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.
Fakta ini membuktikan bahwa masa depan keamanan dunia tidak sedang baik-baik saja. Karena selain Vladimir Putin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga tidak akan hadir.
Perhelatan G20 di Bali digelar di tengah konflik Ukraina vs Rusia atau Barat dengan Timur. Eskalasi Russia-Ukraina tentu saja sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
Baca juga: Mualaf David Iwanto, Masuk Islam Berkat Ceramah-Ceramah Zakir Naik tentang Agama
Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan/Wakil Presiden Komisi Eropa, Josep Borell, mengatakan bahwa peningkatan inflasi terus diwanti-wantikan bagi negara-negara berkembang dan miskin. Ketimpangan global menjadi ancaman akibat eskalasi Russia-Ukraina ini. (eeas.europa.eu, 16/5/2022).
Indonesia sebagai negara berkembang yang mendapat giliran menjadi negara Presidensi G 20 bukan tidak dalam bahaya. Jalur perdagangan antara Indonesia dengan Ukraina-Rusia terputus.
Komoditas utama ekspor Indonesia, CPO, menurun drastis. Begitu pula 25,91 persen impor tepung terigu dari Ukraina terhenti. Tidak saja itu, kenaika harga energi dunia juga melonjak drastis.
Setiap kenaikan harga minyak mentah 1 dolar AS per barel berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp 1,47 triliun, minyak tanah Rp 49 miliar, dan ganti rugi pengeluaran BBM lebih dari Rp 2,65 triliun.
Begitu pun kenaikan ICP sebesar 1 dolar AS per barel berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp 295 miliar.