Kamis 17 Nov 2022 10:27 WIB

Pembatasan Ketat Covid-19 Perburuk Krisis Pangan di Korut

Korut telah memberlakukan tindakan pembatasan Covid-19 yang berlebihan sejak 2020.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Dalam foto yang diterbitkan pada 28 Juni 2022 oleh pemerintah Korea Utara, karyawan Korea Utara mendisinfeksi fasilitas di toko bawah tanah di Pyongyang, Korea Utara. Korea Utara pada Kamis, 25 Agustus 2022, menemukan empat kasus demam baru di wilayah perbatasannya dengan China yang mungkin disebabkan oleh infeksi virus corona. Korea Utara secara substansial meningkatkan pembatasan perbatasan selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan kekurangan pangan dan obat.
Foto: Korean Central News Agency/Korea News Service
Dalam foto yang diterbitkan pada 28 Juni 2022 oleh pemerintah Korea Utara, karyawan Korea Utara mendisinfeksi fasilitas di toko bawah tanah di Pyongyang, Korea Utara. Korea Utara pada Kamis, 25 Agustus 2022, menemukan empat kasus demam baru di wilayah perbatasannya dengan China yang mungkin disebabkan oleh infeksi virus corona. Korea Utara secara substansial meningkatkan pembatasan perbatasan selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan kekurangan pangan dan obat.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara secara substansial meningkatkan pembatasan perbatasan selama pandemi Covid-19. Pembatasan ini memperburuk kekurangan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya.

Menurut analisis citra satelit oleh Human Rights Watch (HRW), otoritas Korea Utara telah memberlakukan tindakan pembatasan Covid-19 yang berlebihan dan tidak perlu sejak Januari 2020. Korea Utara memberlakukan peningkatan pagar, pos jaga, dan patroli jalan.

Baca Juga

Korea Utara juga menambah 169 pos jaga dan hampir 20 kilometer pagar baru di sekitar kota perbatasan Hoeryung. Kota ini menjadi titik transit populer untuk penyelundupan dan perdagangan, antara November 2020 dan April 2022. HRW telah berbicara dengan lima pembelot Korea Utara yang terlibat dalam penyelundupan barang masuk atau keluar sejak Februari 2020.

“Pemerintah Korea Utara menggunakan tindakan yang diklaim sebagai penguncian Covid-19 untuk menekan dan membahayakan rakyat Korea Utara. Pemerintah harus mengerahkan energinya untuk meningkatkan akses ke makanan, vaksin dan obat-obatan, dan menghormati kebebasan bergerak dan hak lainnya," kata peneliti senior Korea di HRW, Lina Yoon, dilaporkan Aljazirah, Kamis (16/11/2022).

Yoon mengatakan, pengalaman masa lalu telah menunjukkan bahwa mengandalkan distribusi makanan dan barang-barang penting yang dikelola negara akan memperkuat represi, serta dapat menyebabkan kelaparan dan bencana lainnya. Korea Utara menjadi negara pertama yang menutup perbatasannya sebagai tanggapan terhadap pandemi Covid-19 pada Januari 2020. Korea Utara melarang hampir semua perjalanan internasional dan sangat membatasi kegiatan ekonomi dengan China yang merupakan mitra dagang utama.

Menurut Program Pangan Dunia, lebih dari 40 persen penduduk Korea Utara kekurangan gizi dan membutuhkan bantuan kemanusiaan. Pada Agustus, Pyongyang menyatakan kemenangan atas pandemi virus korona dan Korea Selatan karena telah menyebarkan virus ke Pyongyang.

Pihak berwenang Korea Utara mengklaim hanya 74 orang yang meninggal akibat virus tersebut. Korea  Utara melaporkan lebih dari 4,7 juta infeksi. Pakar medis meragukan jumlah  kematian yang dirilis Korea Utara, karena sistem perawatan kesehatan Korea Utara cukup buruk dan kurangnya pasokan vaksin Covid-19.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement