REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut sebesar 80 sampai 90 persen membangun infrastruktur menggunakan produk dalam negeri. Adapun rata-rata sebesar 80 sampai 90 persen merupakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah sudah tidak lagi memberikan toleransi produk impor dapat digunakan dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini. Hal ini dikarenakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) khusus belanja TKDN sebesar Rp 400 triliun.
“Di Kementerian PUPR dari rata-rata Rp 120 triliun per tahun, sebesar 80 sampai 90 persen merupakan TKDN. Pembangunan infrastruktur yang mandiri menggunakan produk dalam negeri, sesuai perintah bapak presiden, dilarang impor. Kalau dulu (perintah presiden) mengutamakan produksi dalam negeri. Tapi yang sekarang perintahnya dilarang impor. Apalagi menggunakan APBN,” ujarnya saat webinar, Kamis (24/11/2022).
Basuki berharap semua elemen yang terlibat, sama-sama memajukan industri konstruksi tanah air dengan nilai-nilai perjuangan dalam membangun indonesia ini. Dia juga berharap dari jajaran Kementerian PUPR tidak ada yang berani main-main dengan arahan tersebut. Basuki bahkan mengancam akan menindak tegas jika ada jajarannya yang berani membelanjakan anggaran PU dengan barang non TKDN.
Dari pelaku usaha, Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi sangat mengapresiasi langkah pemerintah, terutama Kementerian PUPR yang mempersempit ruang gerak penggunaan barang impor dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di tanah air. Menurutnya, penggunaan produk dengan TKDN tinggi dapat membantu memulihkan perekonomian bangsa yang sempat terpuruk karena pandemi.
“Dengan meningkatnya penggunaan produk-produk dalam negeri, otomatis industri tanah air juga ikut berkembang. Dampaknya pemulihan ekonomi nasional juga dapat segera terwujud,” ucapnya.
Maka itu, pihaknya juga berkomitmen mendukung upaya memajukan industri konstruksi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan membangun Indonesia. Tak hanya dengan menghadirkan produk-produk baja ringan yang sudah 100 persen buatan Indonesia, namun juga menerapkan green industries yang ramah lingkungan.
“Semangat juang untuk membangun Indonesia sudah kami tanamkan di Tatalogam Group sejak awal berdiri 1994 silam. Kini, semangat dalam mengejar target 2050 Zero Emission yang tengah kami tingkatkan,” ucapnya.
Menurutnya saat ini ada tiga hal yang jadi fokus perhatian Tatalogam Group dalam mewujudkan green industries ini. Pertama, mengukur dan mengurangi karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ketika produksi. Kedua, lebih bijak dalam penggunaan energi.
“Caranya dengan melakukan penggantian dari energi konvensional dengan energi yang lebih lebih sustainable seperti tenaga surya ataupun angin. Ketiga, pengelolaan limbah yang lebih baik,” ucapnya.
Dia menyebut limbah baja sebenarnya 100 persen bisa didaur ulang. Namun yang harus tetap diperhatikan yakni transportasi dalam proses pemindahan limbah baja tersebut yang juga membutuhkan energi.
“Pengelolaan limbah dari baja ini juga perlu kita tingkatkan. Maka itu tahun ini bersama Kemenperin kita sudah menyusun rancangan standar industri hijau baja lapis aluminium seng dan baja lapis seng. Diharapkan kalau sudah ada standarnya nanti kita punya satu ekosistem yang lebih sustainable menuju ke 2050 zero emission,” ucapnya.