REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan betapa berbahayanya Penyakit diabetes. Kemenkes berharap makin banyak masyarakat yang menyadarinya agar bisa mengambil langkah pencegahan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi dalam diskusi bertajuk “Lindungi Masa Depanmu – Integrasi Teknologi Kesehatan untuk Optimalkan Edukasi dan Program Dukungan Pasien Diabetes” pada Rabu (30/11/2022).
Nadia memaparkan mengenai situasi diabetes di Indonesia pada tahun 2022 ini yang semakin meningkat. Nadia merujuk Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dimana prevalensi diabetes melitus (DM) meningkat menjadi 10,9%.
"Dan International Diabetes Federation (IDF) memprediksikan akan ada peningkatan jumlah penderita diabetes di Indonesia dari 10,7 juta tahun 2019 menjadi 13,7 juta di tahun 2030," kata Nadia dalam keterangan pers pada Rabu.
Tercatat, kasus baru diabetes telah mencapai angka 426 juta di seluruh dunia hingga tahun 2017 menurut IDF. Saat ini, Indonesia menempati peringkat ke-6 penyandang diabetes. WHO pun memprediksi diabetes di Indonesia akan terus meningkat hingga menduduki peringkat ke 4 di dunia pada tahun 2030.
"Diabetes bukan hanya menjadi permasalahan masyarakat di negara maju, di negara berkembang diabetes juga menjadi permasalahan kesehatan," ucap Nadia.
Atas dasar itu, Nadia menegaskan upaya menurunkan prevalensi diabetes menjadi penting. Nadia menyoroti diabetes menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian banyak stakeholder.
"Diagnosis dini dan tata laksana komprehensif pada penderita diabetes akan menekan angka morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit komorbid ataupun komplikasi diabetes," ujar Nadia.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof Ketut Suastika menyebut terdapat 3 jenis pencegahan diabetes melitus tipe 2 yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menderita DM tipe 2 dan intoleransi glukosa. Upaya pencegahan dilakukan terutama melalui perubahan gaya hidup. Lalu, pencegahan sekunder berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM Tipe 2. Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi dini adanya penyulit, melakukan penyuluhan, dan melakukan pemberian vaksinasi.
"Kemudian, pencegahan tersier ditujukan pada kelompok pasien diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup," ujar Ketut.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) dokter Sony Wibisono menyampaikan pentingnya peran pemantauan dalam program perawatan pasien diabetes. Salah satunya menyangkut pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) yang terstruktur dan alat ukur yang baik dapat memberikan informasi mengenai variabilitas kadar glukosa darah harian penyandang DM.
"Pemantauan glukosa darah mandiri merupakan bagian dari Diabetes Self Management Education (DSME) atau Edukasi Pengelolaan Diabetes Mandiri (EPDM)," ucap Sony.
Guna membantu penderita diabetes, layanan berbasis digital dihadirkan oleh Sanofi Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Inovasi pengobatan untuk perawatan diabetes yang optimal bagi para penyandang diabetes melalui program INCONTROL (Integrated Solution to Control Diabetes) pada April 2021.
Hingga saat ini, 1.300 penderita diabetes telah mengakses INCONTROL. Program INCONTROL ini meliputi edukasi yang komprehensif, call center, alat bantu monitoring gula darah, alat bantu dukungan penatalaksanaan diabetes lainnya.
"Sanofi berkomitmen untuk memberikan pelayanan penyeluruh dan optimal bagi penyandang diabetes di Indonesia," ucap Sanofi Indonesia Public Affairs & Market Access Head, Naomi Juliandary.