REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Stroke disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah atau peredaran darah ke otak, yakni aliran darah yang menyumbat (stroke iskemik) dan pecahnya pembuluh darah. Kondisi tersebut biasanya terjadi pada penderita hipertensi.
Medical Executive PT Kalbe Farma Tbk, dr. Martinova Sari Panggabean, AIFO-K, mengatakan sementara darah sangat diperlukan untuk membawa nutrisi dan oksigen ke sel-sel otak. Kalau aliran darahnya tersumbat lama, maka tidak dapat suplai oksigen dan nutrisi.
"Nantinya, berisiko mengalami kematian jaringan atau sel-sel otak dan ini mengakibatkan timbulnya cacat permanen,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika belum lama ini.
Wanita yang akrab disapa dokter Nova, mengatakan berdasarkan penelitian, stroke paling sering terjadi pada usia di atas 55 tahun, dan risikonya meningkat dua kali lipat. Tetapi, bukan berarti usia di bawah 55 tahun aman dari ancaman stroke, karena penyakit ini bisa terjadi pada semua usia, mulai usia 20 sampai 40 tahun.
“Semakin ke sini, trennya mengalami peningkatan jumlah kasus. Sejak tahun 1996, semakin ke sini kayaknya orang-orang muda banyak yang terserang stroke, jadi tidak memandang usia tua ya baru bisa terkena stroke,” ujar dr Nova.
Gejala stroke yang dialami setiap pasien bisa berbeda. Untuk mengetahui gejala dan tanda stroke ada sebuah slogan yang perlu kita ingat yaitu 'SeGeRa Ke RS‘. Senyum tidak simetris (miring sebelah atau mencong), tersedak, sulit menelan air minum secara tiba-tiba. Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.
BicaRa pelo/tiba-tiba tidak dapat bicara/tidak jelas berbicara. Kebas atau kesemutan separuh tubuh. Rabun atau gangguan penglihatan. Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya, gemetar, sempoyongan, pingsan, atau hilang kesadaran.
“Kalau kita seandainya melihat keluarga, teman, tetangga, atau siapa pun mengalami gejala atau tanda yang mengarah ke stroke, maka harus segera ditangani karena jika stroke semakin cepat ditangani maka semakin tinggi tingkat keberhasilan sembuhnya. Oleh karena itu, segera lah ke rumah sakit,” paparnya.
Gejala stroke muncul secara tiba-tiba, namun faktor risikonya bisa saja sudah lama terjadi. Faktor risiko stroke ada yang tidak akan berubah walaupun telah menjalani pola hidup sehat, seperti usia, jenis kelamin, ras atau etnis, dan faktor genetik.
Selain usia di atas 55 tahun, pria juga lebih berisiko terkena stroke dibandingkan perempuan yang belum menopause, setelah menopause keduanya mempunyai risiko sebanding. Ras atau etnis berkulit hitam cenderung lebih berisiko mengalami stroke, serta faktor genetik yaitu adanya riwayat stroke dalam keluarga misalnya ayah, ibu, atau saudara kandung.
Pasien stroke mengalami kesulitan menelan makanan, hingga mengalami penurunan status gizi. Padahal, nutrisi ini sangat penting untung mengoptimalkan fungsi obat maupun vitamin yang dikonsumsi pasien stroke.
Salah satu produk nutrisi yang dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien stroke adalah Peptibren. Peptibren tinggi akan protein yang bisa membantu regenerasi sel-sel otak yang rusak akibat stroke.
“Peptibren nutrisi satu-satunya di Indonesia yang dilengkapi dengan zat spesifik untuk kesehatan otak dan saraf. Komposisinya, vitamin B kompleks yang tinggi, yang bersifat sebagai neurotransmitter dan dilengkapi dengan CPU (Choline, Phosphatidilserine, Uridine monofosfat) sebagai neuroprotector yang melindungi sel-sel saraf, dan neurorepair alias memperbaiki sel-sel saraf,” tutur Product Management Medikal Nutrience Kalbe, Airin Levina, S. Gz.
Airin memaparkan bentuk Peptibren seperti susu, tetapi bukan susu karena rendah laktosa. Nutrisi ini dapat dijadikan sebagai pengganti makanan, dengan adanya karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Meskipun kandungannya seperti makanan, idealnya berkonsultasi dahulu ke dokter gizi atau ahli gizi sebelum mengonsumsi Peptibren, supaya mengetahui takaran sesuai kebutuhan masing-masing pasien stroke.
Di sisi lain, pasien stroke diimbau untuk menjaga pola makan, seperti menghindari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh atau kolesterol. Kemudian, mengonsumsi banyak sayuran dan makanan tinggi protein.