REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Petani Indonesia (API), menilai kebijakan impor beras bakal menekan harga beras dalam negeri. Namun, di sisi lain pergerakan harga beras yang merangkak naik akan memberatkan konsumen dan menambah beban daya beli disaat berbagai harga-harga mengalami kenaikan.
Sekretaris Jenderal API, Nuruddin, mengatakan, impor beras yang didatangkan harus digunakan secara tepat sehingga tidak merusak harga dalam negeri. Tidak merugikan petani namun dapat meringankan beban konsumen.
Lantaran impor beras dikhususkan untuk mengisi gudang bulog agar memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) yang cukup, Nuruddin menilai hal itu semestinya tidak memberi tekanan besar pada petani.
"Itu kan hanya digunakan untuk operasi pasar di perkotaan yang memang daya belinya tidak memungkinkan akses harga beras. Sekarang ini memang situasi produksi sedang turun karena di akhir tahun," kata Nuruddin kepada Republika.co.id Jumat (2/12/2022).
Adapun untuk musim panen pertama di awal tahun depan, Nuruddin memproyeksi ada kemungkinan produksi mengalami penurunan. Itu disebabkan curah hujan yang amat tinggi saat ini yang membuat proses masa tanam kurang optimal dan berdampak pada hasil yang lebih rendah.
"Karena itu, meskipun nanti impor pemerintah (Bulog) harus dapat menyerap gabah petani dengan optimal di masa panen pertama," kata dia.
Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, mengatakan, ketersediaan stok beras di akhir tahun emang selalu rendah. Kendatipun terdapat panen, bukan dalam skala masif. Oleh sebab itu, jikapun nanti dilakukan impor ia meyakini tidak akan berpengaruh pada harga panen petani di dalam negeri karena stok yang memang minim.
"Periode November-Januari itu memang masa-masa kita lebih banyak mendistribusikan sedangkan penyerapan besar-besaran itu selalu periode Maret-Juni saat musim panen. Memang seperti itu polanya," kata dia.
Diketahui, pemerintah siap melakukan importasi beras sebanyak 500 ribu ton melalui Bulog lantaran pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) tersisa 560 ribu ton. Sementara, batas aman yang ditetapkan pemerintah minimal sebanyak 1,2 juta ton.
Adapun, berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode November-Desember produksi beras dipekrirakan sekitar 3 juta ton sementara total konsumsi mencapai 5 juta ton sehingga terdapat kemungkinan defisit 2 juta ton.