REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dari 11 starting XI Maroko ketika mengalahkan Spanyol lewat adu penalti pada babak 16 besar Piala Dunia Qatar, hanya tiga pemain yang lahir di Maroko yakni Nayef Aguerd, Azzedine Ounahi, dan Youssef En Nesyri. Ditambah dengan lima pemain yang datang dari bangku cadangan. Sisanya lahir di negara lain.
Penjaga gawang Maroko yang menjadi pahlawan di babak adu penalti, Yassine Bounou lahir di Montreal, Kanada. Sedangkan gelandang Chelsea Hakim Ziyech lahir di Dronten, Belanda dan bek sayap Achraf Hakimi lahir di Madrid, Spanyol.
Tetapi semangat mereka membela negara yang bukan tanah kelahirannya membuktikan mereka sungguh-sungguh membela Maroko.
Kejutan yang dipersembahkan Atlas Lions menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa mengalahkan siapapun sekalipun itu adalah mantan juara dunia.
Hakimi dan kawan-kawan tampil percaya diri sejak babak penyisihan grup. Mengalahkan Belgia 2-0 dan Kanada 2-1 serta imbang tanpa gol melawan Kroasia dan terakhir menyingkirkan Spanyol di fase gugur.
Di Stadion Kota Pendidikan, Doha, Qatar, mereka menorehkan sejarah dengan membawa Maroko lolos ke babak perempat final Piala Dunia untuk pertama kalinya.
Tetapi kemenangan ini bukan sekadar membawa kegembiraaan bagi negara yang memiliki luas 710.850 KM itu saja. Melainkan seluruh Afrika, negara Arab, dan Muslim turut senang.
Baca juga: Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat
Tersingkirnya Arab Saudi, Tunisia dan tuan rumah Qatar meninggalkan Maroko sebagai pembawa standar dunia Arab. Oleh karena itu tak heran jika di stadion hampir seluruh suporter menjadi pendukung Maroko.
"Saya sangat bangga dengan para penggemar saya, orang-orang saya dan orang-orang Arab. Juga karena saya pikir ada orang Qatar di sini, mungkin orang Aljazair, orang Tunisia, orang Arab, dan orang Afrika,” kata Pelatih Maroko Walid Regragui usai pertandingan dikutip dari ESPN.
Regragui mungkin tak akan menyangka bisa membawa Maroko melangkah sejauh ini mengingat ia baru tunjuk menggantikan Vahid Halilhodzic Agustus lalu atau hanya tiga bulan sebelum Piala Dunia berlangsung.
Tetapi dalam sebuah wawancara usai memastikan lolos ke babak 16 besar, Regragui dia tetap berani bermimpi membawa timnya melangkah jauh.
Kini namanya harum di Maroko setelah sukses lolos ke babak perempat final. Dia juga telah mengukir sejarahnya sendiri sebagai orang Afrika pertama yang melatih tim Afrika di perempat final Piala Dunia. Masih ditunggu kejutan apa yang akan diberikannya lagi.
Ada banyak pesan mencolok yang dibawa oleh timnas Maroko di Piala Dunia kali ini. Sujud Syukur adalah selebrasi yang kerap dilakukan mereka usai pertandingan.
Sebuah ekspresi keagamaan bagi umat Islam. Kemudian pesan kemanusiaan tentang kebebasan Palestina juga tak luput dari kampanye mereka dari lapangan.
Mereka mengibarkan bendera Palestina saat merayakan kemenangan atas Spanyol sebagai dukungan atas saudara Muslim yang tertindas oleh Zionis. Kini mereka tengah bersiap melanjutkan kisahnya di perempat final melawan Portugal.