Kamis 15 Dec 2022 18:54 WIB

Angka Prevalensi Stunting di Lebak Menurun

Pemerintah daerah kini melakukan desiminasi audit kasus stunting.

Red: Nur Aini
ilustrasi stunting. Kasus angka prevalensi stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak akibat gagal tubuh di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menurun dari sebelumnya 6.495 orang sampai 1 Desember 2022 menjadi 4.618 orang.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
ilustrasi stunting. Kasus angka prevalensi stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak akibat gagal tubuh di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menurun dari sebelumnya 6.495 orang sampai 1 Desember 2022 menjadi 4.618 orang.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kasus angka prevalensi stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak akibat gagal tubuh di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten menurun dari sebelumnya 6.495 orang sampai 1 Desember 2022 menjadi 4.618 orang.

"Menurunnya kasus angka prevalensi stunting itu semua pihak berjalan dengan baik untuk penanganannya," kata Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah saat kegiatan Desiminasi Audit Kasus Stunting ke-2 tingkat Kabupaten Lebak di Lebak, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga

Pemerintah daerah kini melakukan desiminasi audit kasus stunting dengan melakukan mulai kajian, identifikasi kasus dan pengambilan sampel. Permasalahan stunting itu, nantinya dikaji untuk mengetahui penyebabnya dan kenapa mereka positif stunting. Sebab, desiminasi audit kasus stunting itu bertujuan untuk mencari data yang valid bagi anak-anak yang mengalami stunting seluas-luasnya maupun sedalam-dalamnya agar tidak terjadi kepada keluarga yang serupa. "Kita jangan sampai kasus stunting itu kembali terjadi," katanya menjelaskan.

Menurut dia, hasil desiminasi audisi kasus angka prevalensi stunting itu berdasarkan hasil implementasi dan rekomendasi empat pakar di antaranya ahli gizi, dokter spesialis anak, dokter spesialis kandungan. Dari empat pakar itu, kata dia, penyebab stunting karena tidak memiliki jamban, air bersih kurang dan waktu melahirkan anaknya tidak diberikan Air Susu Ibu (ASI).

Selanjutnya, orang tuanya merokok di dalam rumah, sehingga semua warganya terpapar asap dan bisa menimbulkan stunting. Selain itu, tidak membiasakan makan protein hewani dan anak yang rawan stunting itu anak kelima. "Kita mengapresiasi hasil audit angka prevalensi stunting menurun, karena semua yang terlibat berjalan dengan baik untuk penanganannya, bahkan di tingkat kecamatan adanya orangtua asuh," kata Tuti.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan, Penelitian, Pengembangan Daerah Kabupaten Lebak, Paryono mengatakan pemerintah berkomitmen untuk penanganan kasus stunting untuk menyelamatkan generasi bangsa. Saat ini, prevalensi angka stunting berdasarkan catatan BGM elektronik menurun dari 12,97 persen tahun 2017, namun kini 4,27 persen. "Kami optimistis angka stunting terus menurun," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement