Senin 19 Dec 2022 12:31 WIB

Bukan Lembaga Keuangan, Pengawasan KSP Sebaiknya Dilakukan Otoritas Khusus

Masih ada persepsi bahwa koperasi adalah entitas ekonomi ketinggalan zaman.

Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
Foto: www.inilahjabar.com
Koperasi Simpan Pinjam (KSP)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dalam waktu terakhir ini permasalahan yang dihadapi koperasi, antara lain salah tatakelola, gulung tikar atau bahkan digugat pailit.

"Kemudian ada praktik pseudo-banking, yang melakukan praktik penghimpunan dan, investasi dan simpan pinjam, memafaatkan tidak adanya pengawasan yang ketat  dari otoritas," kata Ketua Umum Perkumpulan Bumi Alumni (PBA) Ary Zulfikar dalam seminar bertema "Kebangkitan Koperasi Indonesia: Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045, Jumat (16/12/2022) lalu.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam keynote speaker-nya melihat masih adanya persepsi bahwa koperasi adalah entitas ekonomi yang kuno dan ketinggalan zaman, namun ia menampik bahwa persepsi tersebut tidak sepenuhnya benar karena eksistensi koperasi justru berkembang di negara kapitalis. "Dari data diketahui 100 koperasi terbaik di dunia ada di Amerika Serikat, yang merupakan pusat kapitalis mendunia," jelas Bamsoet.

Terkait dengan kondisi koperasi di Indonesia, Bamsoet menyoroti banyaknya tata kelola koperasi yang tidak sesuai dengan semangat koperasi, karena dalam praktiknya banyak yang disalahgunakan dengan berkedok investasi, pengumpulan dana dan sebagainya. Masalah lain adanya gugatan pailit yang terjadi sehingga kondisi koperasi seperti terpinggirkan. Dua hal ini yang harus dicari solusinya. Bamsoet optimis jika koperasi dikelola dengan benar dan pemerintah memberikan dukungan, koperasi di Indonesia bisa bangkit kembali dan menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Menurut Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM, Ahmad Zabadi,  di tengah permasalahan yang terjadi dengan koperasi  koperasi di Indonesia terus berkembang.  Jumlah total koperasi saat ini 127.846 unit dengan jumlah anggota mencapai 27.100.372 orang. Zabadi tidak menampik jika muncul berbagai permasalahan terkait Koperasi Simpan Pinjam yang digugat pailit oleh anggotanya serta praktek yang tidak benar. "Kami saat ini sudah membentuk satgas untuk membantu dan menangani koperasi yang bermasalah," ujarnya. 

Hal lain yang sedang dilakukan adalah melakukan revisi UU Perkoperasian, untuk membentuk ekosistem perkoperasian di Indonesia. Revisi UU Perkoperasian tak lepas dari adanya Omnibus Law UU Pengembangan, Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang hampir mendegradasi perankementerian koperasi dan UMKM dalam hal pengawasan koperasi. "Koperasi di Indonesia harus diawasi oleh lembaga yang memiliki otoritas, seperti halnya sektor keuangan dan perbankan yang diawasi oleh OJK, dan simpanan uangnya dijamin oleh LPS, ekosistemnya berlapis-lapis, nah inilah yang ingin kita kembangkan di perkoperasian," jelasnya. 

Otoritas Jasa Keuangan  dan Kementerian Koperasi saat ini berbagi peran, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang memiliki modal mayoritas dari luar anggota dan melayani simpan pinjam di luar anggota diawasi oleh OJK. Sedangkan KSP yang hanya melayani anggota pengawasan ada di Kementerian Koperasi dan UMKM. Pihaknya juga mendorong agar koperasi yang berkembang, adalah koperasi yang bergerak di sektor produksi, sektor riil. bukan hanya koperasi simpan pinjam. 

Sementara Dewi Tenty, penggiat yang juga notaris mengingatkan banyaknya penyalahgunaan yang dilakukanoleh oknum yang memanfaatkan lembaga koperasi. Bentuknya sangat beragam, ada rentenir berkedok KSP, Bank Gelap berkedok KSP, Fintech berkedok KSP, Koperasi sebagai cangkang, dan pinjam meminjam lembaga koperasi untuk suatu kegiatan. 

Terkait dengan banyaknya jumlah koperasi membutuhkan pengawasan khusus guna memastikan tata kelola koperasi sebagaimana  tujuan awal yang diatur dalam UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian. "Sebagaimana disyaratkan dalam ILO, yakni koperasi adalah organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis dan mandiri,"jelas Dewi Tenty, yang juga menjadi Kepala Bidang Hubungan AntarLembaga, PBA. 

Dewi Tenty memberikan saran sebagaimana yang diamanatkandalam PP No 9/1995 tentang perkoperasian, bahwa pembinaan dan pengawasan KSP diakukan oleh Kementerian Koperasi. Dimana KSP wajib memberikan laporan secara berkala dan tahunan kepada Menteri Koperasi dan UMKM. "Idealnya pembinaan dan pengawasan adalah seiring dan sejalan apa yang dibina itu yang diawasi," katanya.

Seminar yang diselenggarakan bekerja sama dengan Fakultas Hukum, Universitas Padjajaran, Lembaga Bantuan Hukum Pusat Studi Bumi Alumni (PSBA), Club Discussion Notaris Kelompencapir dan Kelompok Studi Hukum FH Unpad tersebut dihadiri oleh para pemerhati koperasi, kalangan akademisi, serta para undangan. Seminar di selenggarakan di Kampus Universitas Padjajaran, Dipati Ukur, Bandung, Jumat (16/12/2022).

Seminar menghadirkan pembicara, dari berbagai kalangan  ahli dan pakar, diantaranya adalah Keynote Speaker, Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI, Ahmad Zabadi, Deputi Bidang Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UMKM, Rizal Ramli, pakar ekonomi, Prof Susi Dwi Harijanti, Indra Prawira, Dewi Tenty, Prof Isis Ikhwansyah, Imran Nating,Deddy Irja Pratama, Defian  Cori, Kusmana Hartadi, Untung Tri Basuki dan H Aun Gunawan. Seminar memotret persoalan koperasi secara komprehensif, dari mulai regulasi, pengawasan, praktek koperasi dan testimoni para pelaku koperasi yang sudah berhasil mengembangkan bisnis dengan skala besar. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement