REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana memberikan tanggapannya terkait polemik pembelian alat mesin pertanian atau alsintan merk ZAGAA. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membenarkan adanya komunikasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Agus Zamroni, produsen alat pertanian di Madiun, Jawa Timur, pada Maret 2015.
Bahkan saat itu, presiden menanyakan apakah barang tersebut sudah masuk ke dalam e-katalog, sehingga mudah diakses. “Ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk membeli produk dalam negeri. Presiden memberi kemudahan bagi para produsen lokal menjual barangnya kepada instansi pemerintah melalui e-katalog, sehingga bisa dilakukan tanpa tender,” kata Moeldoko dikutip dari siaran pers KSP pada Selasa (20/12/2022).
Ia melanjutkan, saat itu presiden mendorong produk lokal merk ZAGAA meningkatkan kapasitas produksinya mesin panen (mini combine harvester) hingga 1.000 unit. Bahkan jika pengusaha mengalami kesulitan permodalan, perbankan diminta untuk bisa membantu.
“Permintaan presiden ini langsung ditindaklanjuti menteri pertanian dan pihak terkait lainnya, termasuk perbankan,” lanjut Moeldoko.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan sudah ada alokasi anggaran mesin panen produksi dalam negeri dari berbagai merk, termasuk ZAGAA. Produsen ZAAGA juga menyatakan bahwa sebanyak 70 unit produk mereka sudah dibeli Kementan dan didistribusikan ke petani.
Masalahnya, petani pemakai alat tersebut menyampaikan masukannya. “Ternyata traktor itu kondisinya belum maksimal seperti standar yang diharapkan petani. Selain itu, petani pengguna menyampaikan ada masalah layanan purnajual. Saat terjadi kerusakan, spare part pengganti sulit didapatkan,” kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, presiden sangat mendukung bisnis UMKM. Karena itu, ia berharap agar produsen dalam negeri, termasuk Agus Zamroni, bisa meningkatkan kualitas produknya untuk memenuhi harapan petani.
“Dalam beberapa kali sidang kabinet atau rapat bersama kepala daerah, Presiden meminta prioritas APBN dan APBD dibelanjakan untuk produk barang dalam negeri,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan di Kementan Mohammad Takdir Mulyadi menjelaskan bahwa sesuai arahan presiden, Kementan menggunakan produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi. Bukan hanya produk pabrikan dari Madiun, produk lokal lainnya juga menjadi perhatian.
“Kami sudah membeli produknya berupa combine harvester kecil melalui anggaran APBD Jatim dan anggaran Ditjen Tanaman Pangan di provinsi,” kata Mulyadi.
Melalui dana TP Provinsi (Tugas Pembantuan, Dana APBN yang dilakukan daerah/Provinsi) mengalokasikan pembelian 400 unit combine kecil pada 2015. Tahun berikutnya, Kementan melalui dana TP Provinsi mengalokasikan pembelian 600 unit combine kecil.
“Tetapi produk yang dibeli tidak seluruhnya merk tersebut. Karena keputusan produk mana yang dibeli sangat tergantung pada hasil survey tim provinsi, dan anggaran pemerintah yang terbatas,” kata Mulyadi.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono menjelaskan, dalam proses belanja barang harus melalui pertimbangan yang ketat karena menggunakan dana APBN. Dalam pembelanjaannya, terdapat aspek kontrol dari BPK dan BPKP.
“Karena masih ditemukan beberapa komplain dari pengguna barang ini, sehingga Kementan tidak berani melanjutkan pembeliannya,” kata Edy.
Menurutnya, dalam kondisi demikian, jika pemerintah nekad melanjutkan padahal sudah diketahui ada komplain maka pembelanjaan tersebut dapat menjadi temuan.