REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengqadha sholat artinya mengerjakan ibadah sholat fardhu yang telah terlewat waktunya dan belum sempat dilaksanakan. Salah satu contoh yang biasa kita temukan adalah ketika bepergian jauh sehingga harus menggabungkan waktu sholat yang akan dilakukan dengan waktu sholat yang sudah tertinggal.
Para ulama sepakat jika seseorang meninggalkan sholat karena udzur syari’at, ia harus mengubah sholatnya meskipun waktunya telah berlalu. Namun apabila kita meninggalkannya secara sengaja, masih wajibkah untuk tetap dilaksanakan?
Perbedaan pendapat tersebut bermula dari perbedaan pandangan tentang apakah orang yang sengaja meninggalkan sholat itu kafir atau tidak. Jumhur ulama dari empat mazhab sepakat seorang Muslim yang dengan sengaja melewatkan sholat lima waktu melakukan dosa besar, tetapi status ini tidak berlaku untuk orang-orang kafir. Akibatnya, ia harus terus mengganti sholatnya.
Di dalam buku Qadha’ Shalat yang Terlewat Haruskah? karangan Ahmad Sarwat disebutkan, sementara sebagian ulama meyakini bahwa seorang Muslim yang meninggalkan sholat fardhu tanpa alasan syar'i menjadi murtad dan kafir, sebagian lainnya tidak setuju. Akibatnya, tidak ada kewajiban syariat baginya untuk sholat.
Bahkan jika sholat dilakukan, hukumnya tidak dapat dilaksanakan karena sholat hanya dilakukan jika pelakunya adalah seorang Muslim. Akibatnya, jika seseorang dengan status kafir meninggalkan sholat lima waktu, tidak ada tanggung jawab untuk menggantinya.
Jumhur ulama baik mazhab Al-Hanafiyah, Al Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja, wajib mengganti sholatnya dengan sholat qadha'. Beberapa ulama, seperti Ibn Hazm, dan banyak tokoh saat ini, percaya seorang Muslim yang dengan sengaja melewatkan sholat fardhu melanggar hukum orang-orang kafir. Tidak ada tanggung jawab mengganti sholat yang hilang karena statusnya yang kafir.
Di dalam kitab Al-Muhalla bi Atsar karangan Al-Imam Ibnu Hazm Al-Andalusy, orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja, maka statusnya kafir. Dan karena statusnya kafir, orang tersebut tidak perlu mengganti sholat yang ditinggalkannya secara sengaja.
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi (SAW) bersabda:
“Perjanjian yang mengikat antara kita dan mereka adalah sholat. Maka siapa saja yang meninggalkan sholat, sungguh ia telah kafir.” [HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadis ini hasan Shahih.) [HR. Tirmidzi, no. 2621 dan An-Nasa’i, no. 464. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini Shahih]