Rabu 21 Dec 2022 21:42 WIB

Studi: Makanan Asin dan Pola Makan Buruk Bisa Tingkatkan Stres

Konsumsi garam berlebihan bisa tingkatkan hormon stres.

Rep: MGROL142/ Red: Nora Azizah
Konsumsi garam berlebihan bisa tingkatkan hormon stres.
Foto: www.freepik.com.
Konsumsi garam berlebihan bisa tingkatkan hormon stres.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Harvard dan Edinburgh, menunjukkan bahwa makanan asin dan pola makan yang buruk dapat menaikkan tingkat stres. Menurut para ahli dari Harvard Health Publishing, pola makan dan tingkat stres memiliki keterkaitan. 

Buruknya pola makan dapat menyebabkan stres, tingginya stres dapat memperburuk bola makan. Mempraktikkan pola makan dengan sadar, dan memilih makanan berserat seperti sayuran, dan juga asam lemak omega 3 dapat membantu menurunkan stres.

Baca Juga

Peneliti menyebutkan bahwa rasa lapar bisa timbul bukan akibat rasa fisiologis, melainkan juga karena turbulensi psikologis. Hal ini membuat kita akan makan lebih banyak sebagai mekanisme penanggulangan.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan University of Edinburgh menghasilkan bahwa makanan asin dan olahan membuat tingkat stres melonjak. Konsumsi garam berlebih menyebabkan produksi hormon stres yang dikenal sebagai glukokortikoid naik.

“Kita adalah apa yang kita makan, dan memahami bagaimana tingginya asupan garam dapat mengubah kesehatan mental merupakan langkah penting untuk menjaga kesehatan,” ungkap Matthew Bailey selaku profesor fisiologi ginjal di University of Edinburgh, dikutip dari BestLife Online, pada Rabu (21/12/2022).

“Mengonsumsi makanan yang tinggi garam dapat merusak jantung, pembuluh darah, dan juga ginjal. Penelitian yang kami lakukan juga menunjukkan bahwa garam mampu mengubah cara otak kita menangani stres,” tambahnya.

Department of Agriculture Amerika serikat menganjurkan konsumsi garam kurang dari 2.300mg per hari. Sedangkan Kementerian Kesehatan Indonesia menyarankan konsumsi garam adalah 2000 mg, atau tidak lebih dari 1 sendok teh dalam sehari. 

Peneliti dari Edinburgh itu mengatakan penyebab utama bukanlah penambahan garam meja, tetapi makanan olahan yang terkadang menyembunyikan kandungan natrium. Itu sebabnya mereka meminta pemerintah melalui otoritas kesehatan, bekerja sama dengan produsen makanan untuk mengatur kandungan garam dalam makanan kemasan.

“Untuk sebagian besar pemerintah, perlu bekerja sama dengan produsen makanan untuk mengatur dan mengawasi kandungan natrium. Keberhasilan ini bisa ditingkatkan dengan pemantauan secara independen,” tambahnya lagi.

Menurut Lindsay Delk yang juga seorang ahli diet, mengurangi garam dan makanan olahan dapat membantu menurunkan berat badan, menjaga tekanan darah, menurunkan risiko penyakit jantung, dan memperbaiki gejala kesehatan mental seperti depresi, dan gangguan kecemasan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement