REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi, Kepala Humas Laznas BMH
Jika zakat menjadi perbincangan dapat menggerakkan kemandirian secara ekonomi, maka sejatinya zakat juga dapat menghidupkan jiwa. Hal ini menjangkau dua sisi sekaligus, yakni sisi kehidupan jiwa sang muzakki (wajib zakat yang menunaikan zakat) dan sisi kehidupan jiwa mustahik.
Fuad Nasar dalam opini "Zakat dan Kesehatan Jiwa" menerangkan pengalaman Dr. Zakiah Daradjat membantu orang-orang yang berharta lepas dari rasa cemas, gelisah bahkan sikap mudah mengeluh. Semua itu karena belum membayar zakat. Dan, dalam kasus yang terjadi, ternyata setelah menunaikan zakat jiwa menjadi kembali sehat. Atas dasar itulah akhirnya Zakiah Darajat menulis buku "Zakat Pembersih Harta dan Jiwa" (1992).
Bagi mustahik tentu nalar kita bisa membayangkan bagaimana zakat benar-benar menghidupkan jiwa. Seperti yang belum lama ini penulis saksikan di Kampung Pasir Gombong, Desa Sukamulya, Kecamatan Cugenang, Cianjur. Seorang tokoh masyarakat menangis penuh rasa syukur setelah Laznas BMH datang ke kampung itu kemudian membangun masjid darurat.
Tokoh masyarakat bernama H. Jajang itu mengisahkan setelah gempa terjadi (21/11/22) ia melihat masjid ada bagian runtuh. Seketika H. Jajang menangis dan dalam hati ia berkata, “Ya Allah, ke mana lagi masyarakat akan beribadah.”
Kepercayaan umat menunaikan zakat menjadikan Laznas BMH bisa membangun masjid darurat bersama masyarakat dengan memanfaatkan bahan dari sebagian reruntuhan rumah akibat gempa. Dan, hal itu menjadikan jiwa H. Jajang dan warga Kampung Pasir Gombong tetap hidup dalam artian bisa optimistis, tersenyum dan tentu saja tetap bergairah mengisi waktu demi waktu walau secara fisik dikepung segala macam kekurangan.
Terbukti etos kerja mereka tetap menyala, sehingga dalam gelaran Indonesia Giving Fest yang digelar oleh Forum Zakat akhir 2022 di Senayan Jakarta, sebagian hasil pertanian mereka Laznas BMH marketingkan dan disambut antusias oleh para pengunjung, mereka membeli sambil berdonasi.
Keseimbangan
Memahami hal tersebut kita dapat memandang zakat dalam konteks kehidupan sosial ekonomi dapat menciptakan yang namanya keseimbangan. Di mana yang kaya tidak menciptakan disparitas yang curam karena ditawan sifat kikir dan tidak peduli. Sementara mustahik tak perlu berkecil hati karena mereka tetap akan mampu bertahan hidup bahkan menjadi mandiri dan berdaya dengan patuhnya kelompok menengah atas dalam membayar zakat.
Perputaran ekonomi pun akan membasahi seluruh elemen masyarakat, sehingga yang kaya dapat membantu dan yang miskin terus terangkat dan akhirnya terentaskan dari kemiskinan. Karena itu zakat sejatinya juga memelihara ketertiban sosial masyarakat. Orang miskin tidak perlu menjadi pencuri, tetap tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala dengan tekun ibadah. Dan, tentu saja punya ketenangan dan energi untuk memberantas kebodohan diri dengan menuntut ilmu.
Ketika itu terjadi secara konsisten hingga menjadi tabiat atau budaya umat, maka zakat akan mendorong peningkatan kesejahteraan taraf hidup masyarakat yang masih miskin. Jadi, zakat memang menghadirkan keseimbangan sosial-ekonomi, sehingga sirnalah segala bentuk persoalan sosial, seperti pengangguran, kemiskinan dan lain sebagainya.