REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYITAW -- Myanmar menjebloskan 112 orang, termasuk 12 anak-anak dari etnis minoritas Rohingnya. Mereka dipenjara setelah tertangkap berusaha meninggalkan negara tersebut.
Surat kabar pemerintah, Global New Light of Myanmar, Selasa (10/1/2023) mengutip polisi setempat, melaporkan, pengadilan di Bogale, wilayah selatan Ayeyarwady, menghukum 112 warga Rohingya itu pada 6 Januari.
Mereka ditangkap pada Desember setelah ditemukan di atas perahu motor tanpa dokumen resmi. Dilaporkan Aljazirah, Selasa (10/1), dari 12 anak lima di antaranya berusia di bawah usia 13 tahun dan dihukum dua tahun penjara.
Anak-anak yang berusia lebih tua, dihukum tiga tahun penjara. Mereka dipindahkan ke "sekolah pelatihan pemuda" pada Senin (9/1). Sedangkan semua orang dewasa dipenjara selama lima tahun.
Etnis Rohingya, yang sebagian besar Muslim, ditolak kewarganegaraan dan hak-hak dasar lainnya di Myanmar. Myanmar mengeklaim Rohingya merupakan “migran ilegal” dari Asia Selatan. Ratusan ribu Rohingya lari dari Myanmar ke Bangladesh pada 2017.
Eksodus dilakukan setelah militer Myanmar melakukan perlakuan kejam terhadap Rohingya. Masih banyak Rohingya tetap di Myanmar tetapi mereka dikurung di kamp-kamp dengan penjagaan ketat. Mereka tidak dapat bekerja, belajar, atau mendapatkan bantuan medis.
Orang-orang Rohingya dari kamp pengungsi di Bangladesh maupun Myanmar berupaya melarikan diri meski menghadapi risiko tinggi melalui perjalanan laut berbahaya. Mereka biasanya melakukan perjalanan ke Malaysia dan Indonesia, negara mayoritas Muslim.
Setidaknya 185 orang Rohingya mendarat di Aceh akhir bulan lalu, setelah kapal mereka terombang-ambing di lautan selama berpekan-pekan. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengatakan, Rohingya yang melakukan perjalanan berbahaya melalui lautan meningkat enam kali lipat pada 2022 dibandingkan 2021.