Pemkot Surabaya Pantau Penjualan Ciki Ngebul
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Jajanan ciki ngebul (cikbul) | Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina menyatakan, hingga saat ini pihaknya belum menemukan atau menerima laporan kasus keracunan ciki ngebul di Kota Pahlawan. Meski demikian, Pemkot Surabaya diakuinya terus melakukan pemantauan penjualan ciki ngebul. Apalagi setelah terbitnya SE Kemenkes bernomor SE.01.07/111.5/63/2023.
"Telah dilakukan pemantauan beberapa titik khususnya di spot-spot keramaian yang memungkinkan dijual jajanan tersebut. Sejauh ini belum ditemukan (kasus keracunan). Kegiatan pemantauan akan terus dilakukan dan berkolaborasi dengan Puskesmas di masing-masing wilayah," kata Nanik di Surabaya, Rabu (11/1/2023).
Nanik menjelaskan, nitrogen merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pengemasan produk makanan olahan. Sepanjang dapat dipastikan nitrogen tersebut tidak tertelan, atau memastikan tidak ada asap dari nitrogen, maka ciiki masih aman dikonsumsi.
"Selama dikonsumsi sudah tidak terdapat asap dari nitrogen, maka aman dikonsumsi. Kerusakan terjadi karena tertelan nitrogen cair. Nitrogen cair harus diuapkan dari makanan dan minuman sebelum dikonsumsi. Dikarenakan jika dikonsumsi langsung, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan di mulut, kerongkongan, dan perut," ujarnya.
Nanik melanjutkan, ketika nitrogen cair menguap akan berubah menjadi gas nitrogen. Hal itulah yang akan menyebabkan tekanan pada jaringan tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Karena sangat dingin juga dapat menyebabkan radang dingin.
"Meski demikian belum ada larangan dan ketentuan lebih lanjut terkait hal tersebut. Selanjutnya, menunggu surat edaran dari Kemenkes untuk batasan-batasan apa saja yang menjadi perhatian," kat Nanik.
Nanik menambahkan, Dinkes Surabaya masih menunggu perkembangan terbaru dari Kemenkes. Sementara menunggu, pihaknya telah mengagendakan dalam waktu dekat untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh Faskes, OPD terkait, serta masyarakat umum di masing-masing wilayah Puskesmas.
"Hal ini sebagai bentuk respons kewaspadaan dini dan penguatan pemantauan risiko terjadinya kasus keracunan jajanan tersebut," ujarnya.