REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, perekonomian Indonesia pada 2022 tumbuh tinggi dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 pun telah bekerja keras sebagai shock absorber guna melindungi masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Ia melanjutkan, kinerja positif APBN 2022 akan menjadi modal kuat menghadapi ketidakpastian situasi global dan konsolidasi fiskal pada 2023. “Kita keluar dari periode pandemi dan memiliki ketahanan yang cukup kuat. Ibaratnya, kuda-kuda kaki kita itu cukup kuat untuk masuk ke 2023,” ujar Suahasil seperti dilansir dari website Kementerian Keuangan pada Ahad (15/1/2023).
Hal tersebut, kata dia, dapat dilihat dari berbagai indikator ekonomi yang memberikan optimisme seperti permintaan listrik, ritel, dan sebagainya. Hanya saja, Suahasil mengingatkan bayang-bayang dari ketidakpastian global pun harus terus diwaspadai.
“Sepertiga dunia akan ada di dalam periode yang sangat sulit bahkan dikatakan resesi. Yang dua pertiga pasti kena dampak tetapi dampaknya hampir pasti berbeda-beda. Bagi Indonesia, kita minimalkan dengan fundamental domestiknya yang kuat, itu sumber optimismenya,” tegas dia.
Guna mengantisipasi dampak resesi yang sudah terjadi di negara maju, Suahasil mengungkapkan, Indonesia perlu mencari berbagai sumber pertumbuhan ekonomi baru, yakni melanjutkan hilirisasi sumber daya alam, menggunakan produk dalam negeri, mendorong UMKM, dan melakukan transisi menuju ekonomi hijau.
“Ini sudah mulai digaungkan dan kita terus lakukan dengan disiplin karena akan menciptakan banyak sekali multiplier effect di dalam negeri. Empat ini merupakan sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia dan itu didorong oleh fundamental kita,” ujar dia.
Ia melanjutkan, ketika dunia mengalami resesi, Suahasil menekankan yang langsung terdampak yaitu berbagai sektor yang memiliki eksposur ke global yang tinggi, seperti sektor keuangan. “Pasti kita harus sangat sangat waspada bagaimana hubungan financial sector kita dengan global,” tuturnya.
Sektor lain yang juga terdampak resesi yaitu beragam sektor manufaktur yang melakukan ekspor. Menurut Wamenkeu, ketika pendapatan di berbagai negara tujuan ekspor menurun, permintaan barang dan jasa ke Indonesia ikut menurun. Maka, perlu meningkatkan competitiveness dan memperbaiki efisiensi.
“Dunia usaha kemudian meningkatkan penggunaan input yang efisien sehingga produknya itu menjadi kompetitif harganya. Ini mesti diterjemahkan ke setiap dunia usaha. Teman-teman di asosiasi sekarang saya rasa sudah cukup mendalami ini dan kita tentu akan mendukung dari pemerintah seperti apa yang harus kita lakukan untuk menjaga competitiveness kita terhadap barang-barang yang kita ekspor ke luar,” jelas Suahasil.