Dinas Perdagangan Kulon Progo Upayakan IKM Bisa Ekspor Mandiri
Red: Fuji Pratiwi
Pekerja merapikan produk UMKM (ilustrasi). Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengupayakan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di sana menjadi eksportir mandiri, sehingga ekspor produk lokal tidak lagi melalui pihak ketiga. | Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengupayakan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di sana menjadi eksportir mandiri, sehingga ekspor produk lokal tidak lagi melalui pihak ketiga.
Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kulon Progo Endang Zulywanti di Kulon Progo, Ahad (15/1/2023), mengatakan, Disdagin akan mengadakan pelatihan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) sebagai syarat supaya UMKM dapat ekspor sendiri. "Program ini untuk menjadikan Kulon Progo mempunyai eksportir sendiri. Kami juga memberikan fasilitasi melalui pameran tingkat nasional dimana pelaku usaha bertemu langsung dengan pembeli dari luar negeri," kata Endang.
Ia mengatakan, ada sekitar 100 industri kecil menengah (IKM) di Kulon Progo.
Endang melanjutkan, ada beberapa anggaran yang dialokasikan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo untuk membantu pelaku UMKM di wilayahnya. Meliputi pembinaan kualitas produk dan fasilitasi pemasaran melalui temu usaha dan pameran.
"Sementara, bantuan sarana UMKM difasilitasi oleh bidang industri berupa peralatan produksi," kata dia.
Dia mengatakan capaian ekspor di wilayah ini sebesar Rp 374,5 miliar selama 2022 atau naik 110,55 persen. Sedangkan pada 2021, capaian ekspor sekitar Rp 177,8 miliar.
"Peningkatan nilai ekspor di Kulon Progo pada 2022 karena pandemi Covid-19 mulai mereda, sehingga perekonomian menjadi bangkit," kata Endang.
Adapun komoditas ekspor Kulon Progo, yakni berbagai jenis produk serat tumbuhan, olahan makanan gula semut, kerajinan bambu, kerajinan kayu dan kerajinan batik. "Perajin ekspor barang melalui tangan kedua, baik dari Jakarta, Surabaya atau Bali," kata dia.
Lebih lanjut, Endang mengatakan kendala ekspor produk dari Kulon Progo, yakni pelaku usaha belum mengetahui strategi ekspor. Kemudian, pengetahuan tentang ekspor, tingkat kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan hingga kurangnya pangsa pasar yang diketahui oleh UMKM.
"Hal ini yang menyebabkan mereka memilih menjual barang ke pihak kedua untuk dijual kembali. Mereka sudah nyaman menjadi pemasok eksportir karena tidak adanya regenerasi terhadap usaha yang dilakukan," kata dia.
Untuk itu, Disdagin Kulon Progo melakukan berbagai upaya untuk mengatasi persoalan tersebut, mulai dari kegiatan temu usaha dan pelatihan yang berkaitan dengan tata cara ekspor dan kualitas ekspor. "Kami juga memberikan edukasi kepada pelaku usaha bahwa dengan ekspor sendiri maka kesejahteraan pelaku usaha dapat lebih baik tanpa langsung memutuskan hubungan sebagai pemasok," ungkapnya.
Wakil Ketua I DPRD Kulon Progo Ponimin Budi Hartono meminta Disdagin memberikan pelatihan secara intensif bagaimana cara ekspor barang. "Potensi ekspor Kulon Progo ini sangat besar, ditambah adanya Bandara Internasional Yogyakarta ini seharusnya menjadi momentum untuk peningkatan ekspor dari Kulon Progo," kata Budi.