REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mendengar kata 'Universitas Katolik' mungki orang akan melakukan justifikasi bahwa universitas ini hanya membuka diri untuk pemeluk agama tertentu. Opini ini umumnya terbentuk oleh beberapa kalangan terhadap Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya Jakarta.
Unika Atma Jaya memang didirikan pada 1 Juni 1960 oleh para cendekiawan katolik, salah satunya adalah Drs. FX Frans Seda.
Ketika memasuki Hall di gedung C (salah satu hall terbesar yang ada di Unika Atma Jaya Jakarta), kita akan disambut patung Yesus Kristus yang tertempel di tembok hall tersebut. Kesan religius pun langsung muncul dalam benak kita. Mungkin bagi pemeluk agama Katolik, hal ini merupakan hal yang lumrah, namun bagaimana dengan mereka yang bukan pemeluk agama Katolik?
Di dalam kasus ini mungkin kutipan paling klise seperti “Don’t judge the book by its cover” merupakan salah satu contoh yang paling tepat terhadap Unika Atma Jaya Jakarta. Jika kita melihat lebih dekat, Unika Atma Jaya Jakarta lebih dari sekedar Universitas Katolik. Bagi pemeluk agama lain, seperti agama Islam, tidak ada peraturan khusus yang mengikat pemeluk agama tertentu. Salah satu contoh adalah jika kita mendapatkan jadwal kelas yang bertepatan dengan ibadah shalat Jumat. Kita diperbolehkan untuk memotong kelas agar dapat menunaikan ibadah shalat Jumat. Hal ini tidak akan mempengaruhi penilaian akademis di mata kuliah tersebut.
Untuk jadwal ibadah salat lima waktu, pihak Atma Jaya Jakarta telah menyediakan ruang khusus untuk melaksanakan ibadah tersebut di Lantai 8 Gedung C. Di dalam ruangan tersebut, kita pun difasilitasi dengan perlengkapan shalat seperti sarung (untuk pria) dan mukena (untuk wanita). Tingkat toleransi umat beragama di Unika Atma Jaya Jakarta pun termasuk tinggi. Tidak ada tindakan diskriminasi terhadap pemeluk agama lain, Islam, Protestan, ataupun Hindu. Semuanya diperlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Di dalam wilayah akademis, semua mahasiswa/i Unika Atma Jaya Jakarta diwajibkan untuk mengambil salah satu mata kuliah umum, yaitu Pendidikan Agama Katolik.
Mengetahui bahwa kita pemeluk agama non-Katolik, mungkin kita merasa akan di-Kristenisasi. Namun justru hal seperti ini akan terasa berbeda jika kita sudah berada di kelas tersebut. Begitu kelas dimulai, dosen akan meminta satu orang mahasiswa untuk memimpin do’a, dan ketika berdo’a pun para mahasiswa diminta untuk berdo’a sesuai dengan keyakinan masing – masing. Bagaimana dengan pelajaran yang diberikan? Materi yang diberikan memang seputar agama Katolik, namun mahasiswa tidak akan terdoktrinisasi oleh materi yang diberikan karena materi tersebut hanyalah bersifat umum layaknya ajaran – ajaran di agama lain.
Bahkan dosen biasanya akan memberikan forum terbuka bagi mahasiswa pemeluk agama lain untuk saling bertukar pikiran mengenai agama. Forum diskusi ini semakin menunjukkan besarnya tingkat toleransi umat beragama di Unika Atma Jaya Jakarta.
Berkuliah di Unika Atma Jaya Jakarta tidak seperti apa yang dibicarakan orang banyak. Persepsi negatif seperti sulitnya beradaptasi, kristenisasi dan hal lainnya sangat sulit ditemukan. Segala akses yang dimiliki oleh mahasiswa pemeluk agama katolik juga dapat dengan mudah dimiliki oleh mahasiswa pemeluk agama lain. Semua mahasiswa diperlakukan secara adil tanpa melihat keyakinan mereka. Mungkin, masih terdapat keraguan di benak orang banyak mengenai diversity in being treated equally di Unika Atma Jaya Jakarta, untuk itu cobalah untuk mengenal lebih dekat terhadap Unika ini, dan begitu kita mengetahui lebih jauh, Unika Atma Jaya hanyalah seperti Universitas lainnya, yang mengedepankan sisi akademis tanpa melakukan diskriminasi tertentu.
Penulis: Alcander Alonzo, Mahasiswa Komunikasi Unika Atmajaya