REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengajak semua pihak untuk menjaga keberlangsung program pembangunan yang telah dan sedang berjalan agar tidak merugikan masyarakat banyak.
Hal itu disampaikan Erick saat berbicara dalam diskusi rilis hasil survei Lembaga Survey LSI bertajuk "Kinerja Presiden, Pencabutan PPKM, Ketersediaan bahan Pokok dan BBM, serta Peta Politik Terkini" pada Ahad (22/1/2023).
Survei itu menemukan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo meningkat, mencapai 76,2 persen. Angka kepuasan itu meningkat dari 62,6 persen pada September 2022. Peningkatan tingkat kepuasan itu, menurut LSI, sejalan dengan peningkatan kepuasan masyarakat terhadap situasi ekonomi nasional dan penegakan hukum.
Erick Thohir mengatakan, perbaikan kondisi ekonomi nasional terus terjadi, bahkan di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman resesi global. Itu sebab, Erick mengajak semua pihak menjaga keberlangsungannya.
"Jangan karena ganti pemerintah, ganti pemimpin, kebijakannya ganti lagi, padahal kalau kita lihat setiap presiden kita meninggalkan legacy yang bagus," kata Erick Thahir.
"Tidak mungkin kita membangun sebuah perbaikan program ke depan sepotong-sepotong. Terlepas dari perbedaan politik, perbedaan persepsi, yang bagus diteruskan, yang kurang bagus diperbaiki. Jangan bongkar pasang yang justru merugikan rakyat karena tidak adanya keberlanjutan," tambah Erick
Erick mengatakan, terlepas dari ini tahun politik, siapa pun ke depan pemimpinnya, Erick mengatakan bangsa ini membutuhkan solusi.
Indikator perbaikan ekonomi
Erick Thohir menyampaikan sejumlah indikator perbaikan ekonomi nasional saat ini. Di antaranya, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan berada pada urutan kedua setelah India dengan proyeksi pertumbuhan 5 persen.
Selain itu, realisasi investasi 2022 mencapai 100,6 persen dengan realiasi Rp 1.207,2 triliun, dari target Rp 1.200 triliun.
Menariknya, kata Erick, realisasi investasi yang tadinya didominasi oleh Pulau Jawa sekarang sudah shifting banyak yang di luar Pulau Jawa sampai 53 persen, sementara Pulau Jawa sebesar Rp 46,9 persen.
Hal lain kontribusi BUMN terhadap ekonomi nasional juga terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, mencapai Rp 1.198 triliun atau naik dibandingkan periode 2017 hingga 2019 yang sebesar Rp 1.130 triliun.
Meningkatnya kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional tak terlepas dari transformasi BUMN yang dilakukan Erick dengan mengedepankan perbaikan manajemen dan sistem, juga penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi.
Erick mengatakan, program bersih-bersih ini tidak mudah lantaran sudah terjadi sejak zaman dahulu. Namun, Erick meyakini pemilihan pemimpin berdasarkan leadership yang baik dan sistem yang dibangun ini yang akan bisa mengurangi korupsi.
"Tidak mungkin yang namanya perubahan itu berdasarkan hanya leadership, tanpa ada sistem yang dibangun, maupun sebaliknya," kata Erick.
Rasio utang BUMN dibanding modal juga terus menurun dari 38,6 persen pada 2020, menjadi 36,2 persen pada 2021, dan turun lagi menjadi 34 persen pada akhir kuartal ketiga 2022.
"Kalau di dunia usaha, biasanya utangnya itu 70 persen dan modal sendiri 30 persen. Ini kenapa bapak presiden mendorong penciptaan pengusaha baru melalui program-program seperti Kredit Usaha Rakyat," tambah Erick.
Untuk penyaluran KUR, kata Erick, bank-bank BUMN yang berhimpun dalam Himbara kontribusinya mencapai 90 persen dengan menyalurkan Rp 328,2 triliun
disalurkan kepada 7,2 juta nasabah hingga Desember 2022.
Selain itu, di level pedesaan, dilakukan penyaluran kredit PNM Mekaar dengan realisasi pencairan Rp 61,4 triliun pencairan penyaluran hingga Desember 2022 yang menjangkau 13,54 juta nasabah aktif hingga Desember 2022 dengan persentasi kredit macet (NPL) hanya 0,16 persen.
"Realisasi ini tentu merupakan hal yang menggembirakan mengingat Indonesia tengah mengalami dampak pandemi," ujarnya.
Dari sisi pengelolaan sumberdaya alam, kata Erick, Presiden Joko Widodo terus mendorong hilirisasi produksi, yakni nilai tambah jika sumberdaya alam diolah di dalam negeri daripada diekspor dalam bentuk bahan mentah. Meskipun, karena kebijakan itu, Indonesia digugat oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena larangan mengekspor kekayaan alam seperti bijih nikel hingga bauksit.
"Surplus perdagangan kita besar sekali. Ekspor kita terus meningkat, ini yang ditakutkan pesaing kita. Mereka sudah, istilahnya, jangan cepat kaya lah Indonesia," ujarnya.
Karena itu, Erick mengajak semua pihak menjaga keberlangsungan perbaikan ekonomi nasional. "Ayolah kita sama-sama buka hati-buka pikiran bahwa bangsa kita ini perlu solusi, bukan hanya ngomong-ngomong aja, konsep-konsep aja, kita perlu solusi. Dan kalau sudah ada solusi dari pemimpin sebelumnya, ayo lah diteruskan, jangan karena suka dan tidak suka," ujarnya.