REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam Garut telah mengusulkan dibuatnya peraturan daerah (perda) terkait lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Kabupaten Garut. Usulan itu telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Garut, Margiyanto, mengaku prihatin dengan kian maraknya fenomena LGBT, khususnya di Kabupaten Garut. Apabila fenomena itu dibiarkan, menurut dia, kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Garut akan terganggu.
"Ini tentu perlu diantisipasi, karena ini sudah jadi fenomena yang perlu kita lakukan pencegahan perkembangannya, sehingga tidak memengaruhi sosiokultural di Kabupaten Garut," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/1/2023).
Namun, dia menambahkan, diperlukan anlasis lebih lanjut terkait urgensi perda untuk mengantisipasi fenomena LGBT. Pasalnya, keberadaan perda itu harus terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Artinya, penyusunan produk hukum di tingkat daerah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata dia.
Margiyanto mengakui, DPRD Kabupaten Garut telah menerima usulan dari masyarakat terkait perda tentang LGBT. Namun, rancangan perda (raperda) itu belum masuk program legislasi daerah tahun 2023.
"Tentu aspirasi itu harus terlebih dahulu masuk ke program legislasi daerah," ujar dia.
Sebelumnya, Koordinator Aliansi Umat Islam Garut, Aam Muhammad Jalaludin, mengatakan, orang yang disinyalir LGBT sudah tidak malu di depan khalayak umum melakukan aktivitas mereka. Ia mengaku telah banyak banyak mendapati itu. Alhasil, masyarakat menjadi jengah.
"Rekan-rekan sudah jengah. Sebab, dalam pengertian Islam, LGBT adalah perilaku yang menyebabkan datangnya sebuah azab," kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/1/2023).
Atas dasar temuan itu, Aliansi Umat Islam Garut kemudian melakukan komunikasi dengan berbagai pihak. Salah satunya dengan anggota DPRD Kabupaten Garut.
Menurut Ceng Aam, untuk mencegah perilaku itu makin merajalela, anggota DPRD tersebut menawarkan dua opsi kepada Aliansi Umat Islam Garut. Pertama, masalah itu akan masukan sebagai bahan revisi Perda Kabupaten Garut tentang Anti Perbuatan Maksiat. Opsi kedua, mengusulkan untuk membuat perda baru terkait aktivitas perilaku LGBT.
"Kami di aliansi memutuskan jalankan dua-duanya. Soalnya juga di perda yang sekarang aturan yang sekarang tidak merinci soal LGBT. Apalagi belum ada Perbup (peraturan bupati) dari perda tersebut," ujar dia.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Garut, Enan, mengaku telah melakukan audiensi bersama Aliansi Umat Islam Garut terkait usulan pembuatan perda tentang LGBT. Audiensi itu dilakukan dengan mengundang perwakilan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Kami sudah menerima usulan perda terkait LGBT," kata dia.