REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso mengungkapkan, persaingan penyaluran kredit semakin ketat. Persaingan ditambah hadirnya para pemain dari industri financial technology (fintech).
Perilaku nasabah pun, kata dia, berubah karena lebih cenderung ke digital. Hal itu menurutnya akan memengaruhi tren industri perbankan di dalam negeri.
"Transaksi digital meningkat lebih dari 30 persen. Sementara transaksi tunai sudah turun 10 persen saat ini," ujar Sunarso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR yang dipantau Republika secara virtual, Selasa (24/1/2023).
Faktor lain yang akan memengaruhi tren industri perbankan, lanjutnya, yaitu bonus demografi penduduk. Alasannya, jumlah penduduk usia produktif nasional bakal naik ke 64 persen pada 2030.
Menurutnya, peningkatan tersebut akan menjadi hal yang positif jika bisa dikelola secara baik. Implementasi prinsip Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola atau Environment, Social, and Government (LST/ESG) turut menjadi faktor lainnya.
Sunarso menjelaskan, kekhawatiran investor terhadap aspek ESG berpengaruh terhadap perubahan tata kelola dan bisnis perbankan. Ia juga menjelaskan, tren suku bunga rendah alias low interest rate environment pun akan mempengaruhi industri perbankan ke depannya.
Tren penurunan imbal hasil kredit berdampak pada margin bunga bersih atau Net Interest Margin (NIM). "Kita lihat pada 2020, NIM bisa lebih 10 persen, tetapi pada 2022 hanya sekitar 6 persen," kata Sunarso.
Maka, sambungnya, strategi bank tetap didorong guna memperluas fungsi intermediasinya, karena NIM semakin kecil. Jika bank ingin mendapatkan laba besar, ujar dia, berarti harus mencari nasabah sebanyak mungkin.