Jumat 27 Jan 2023 07:43 WIB

Ribuan Warga Australia Peringati 'Invasion Day' Galang Solidaritas Bagi Pribumi

Ini merupakan sebuah peringatan ketika armada Inggris menginvasi Australia.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Ribuan warga Australia merayakan
Foto: EPA-EFE/DARREN ENGLAND
Ribuan warga Australia merayakan

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Ribuan warga Australia merayakan "Invasion Day" pada Kamis (26/1/2023), dan menggalang dukungan bagi pribumi. Ini merupakan sebuah peringatan ketika armada Inggris tiba di Pelabuhan Sydney dan menginvasi Australia.

Di Sydney, ribuan orang berkumpul untuk memperingati "Invasion Day" di kawasan pusat bisnis. Beberapa orang membawa bendera Aborigin sebagai bentuk solidaritas untuk mendukung pribumi. Menurut Australian Broadcasting Corporation, aksi serupa juga terjadi di ibu kota negara bagian Australia lainnya, termasuk di Adelaide Australia Selatan.

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menghadiri upacara pengibaran bendera di Ibu Kota Australia, Canberra. Dalam pidatonya, Albanese mengatakan, dia menghormati penduduk asli Australia yang telah menduduki tanah itu setidaknya selama 65.000 tahun.  

Populasi penduduk asli Australia mencapai sekitar 880.000 dari total populasi 25 juta jiwa. Namun penduduk asli Australia mengalami ketertinggalan dalam hal indikator ekonomi dan sosial. Pemerintah menyebutnya sebagai "ketimpangan yang mengakar".

Peringatan "Invasion Day" bertepatan saat saat pemerintahan Albanese  merencanakan referendum untuk mengakui orang pribumi dalam konstitusi. Pada Maret mendatang, pemerintah berencana memperkenalkan undang-undang untuk mengatur referendum yang akan berlangsung akhir tahun ini, karena suara pribumi menjadi masalah politik utama pemerintah federal. Konstitusi, yang mulai berlaku pada Januari 1901 dan tidak dapat diamendemen tanpa referendum, serta tidak merujuk pada penduduk asli negara tersebut.

Salah seorang pengunjuk rasa di Sydney, Abi George, mengatakan, "Invasion Day" bukan hari yang menyenangkan bagi semua warga Australia, terutama warga pribumi. "Tidak ada yang berhak merayakan genosida," katanya.

Pengunjuk rasa lainnya, Vivian Macjohn, mengatakan aksi unjuk rasa menentang hari nasional itu sebagai bentuk dukungan bagi masyarakat adat. "Saya pikir penting bagi kita untuk hadir dan berduka bersama mereka dan berdiri dalam solidaritas," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement