Ahad 29 Jan 2023 08:27 WIB

Mesin Penjual Otomatis Daging Ikan Paus Mulai Marak di Jepang

Protes anti perburuan paus di Jepang telah mereda pada 2019.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Seorang pelanggan membeli daging paus dari mesin penjual otomatis di Kyodo Senpaku, Kamis, 26 Januari 2023, di Yokohama, Jepang.
Foto: Foto AP/Kwiyeon Ha
Seorang pelanggan membeli daging paus dari mesin penjual otomatis di Kyodo Senpaku, Kamis, 26 Januari 2023, di Yokohama, Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, YOKOHAMA -- Operator perburuan paus Jepang membuat mesin penjual atau vending machines yang menyediakan daging paus. Toko Kujira (Paus) belum lama ini dibuka di kota pelabuhan Yokohama di dekat Tokyo.

Toko Kujita memiliki tiga mesin penjual untuk sashimi paus, bacon paus, kulit paus, dan steak paus, serta daging paus kalengan. Harga olahan paus itu berkisar dari 1.000 yen hingga 3.000 yen.

Baca Juga

Gerai ini menampilkan mesin penjual otomatis berwarna putih yang didekorasi dengan paus kartun. Ini merupakan lokasi ketiga yang diluncurkan di wilayah ibu kota Jepang.

Mesin penjual daging di Yokohama diresmikan pada Selasa (24/1/2023) pekan lalu, setelah dua lainnya diperkenalkan di Tokyo awal tahun ini. Pembukaan mesin penjual olahan daging paus ini sebagai bagian dari dorongan penjualan baru Kyodo Senpaku Co.

Daging ikan paus telah lama menjadi sumber kontroversi. Tetapi penjualan daging ikan paus di mesin penjual otomatis telah dimulai dengan baik. 

Protes anti perburuan paus telah mereda pada 2019, tepatnya sejak Jepang menghentikan perburuan untuk penelitian yang banyak dikritik di Antartika. Jepang kemudian melanjutkan perburuan paus komersial di lepas pantai Jepang. Konservasionis mengatakan, mereka khawatir langkah itu bisa menjadi langkah menuju perburuan paus yang diperluas.

"Masalahnya bukan pada mesin penjual otomatis itu sendiri, tetapi apa yang mungkin ditimbulkannya," kata Kepala Jaringan Aksi Iruka & Kujira (Dolphin & Whale), Nanami Kurasawa.

Kurasawa mencatat operator perburuan paus sudah meminta tangkapan tambahan dan memperluas perburuan paus di luar perairan yang ditentukan. Jjuru bicara Kyodo Senpaku, Konomu Kubo, mengatakan kepada The Associated Press, perusahaan berharap dapat menyiapkan mesin penjual otomatis di 100 lokasi di seluruh negeri dalam lima tahun. Mesin penjual yang keempat akan dibuka di Osaka bulan depan.

Idenya adalah untuk membuka mesin penjual otomatis di dekat supermarket, di mana daging ikan paus biasanya tidak tersedia. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan permintaan. Jaringan supermarket besar sebagian besar tidak menjual daging ikan paus untuk menghindari protes oleh kelompok anti perburuan paus. Kubo mengatakan, penjualan daging ikan paus harus tetap berhati-hati meskipun protes dari para aktivis telah mereda.

“Akibatnya, banyak konsumen yang ingin memakannya tidak bisa menemukan atau membeli daging ikan paus.  Kami meluncurkan mesin penjual otomatis di toko tak berawak untuk mereka," kata Kubo.

Pejabat perusahaan mengatakan penjualan di dua gerai Tokyo secara signifikan lebih tinggi dari yang diharapkan. Gerai di distrik Motomachi di Yokohama, yang merupakan area perbelanjaan mewah dekat Chinatown, seorang pelanggan Mami Kashiwabara  (61 tahun) membeli bacon ikan paus. Namun dia kecewa karena bacon ikan paus telah habis terjual. Dia kemudian memilih onomi beku, yaitu daging ekor ikan paus yang dianggap sebagai makanan lezat dan langka.

Kashiwabara mengatakan, dia menyadari kontroversi perburuan paus. Tetapi daging ikan paus itu membawa kembali kenangan masa kecil saat dia memakannya bersama keluarga ketika makan malam maupun untuk santap siang di sekolah.

"Kurasa tidak baik membunuh paus tanpa alasan.  Tapi daging ikan paus adalah bagian dari budaya makanan Jepang dan kita bisa menghormati kehidupan ikan paus dengan menghargai dagingnya. Saya akan senang jika bisa memakannya," kata Kashiwabara.

Daging ikan paus itu sebagian besar ditangkap di lepas pantai timur laut Jepang. Negara ini melanjutkan perburuan paus komersial pada Juli 2019 setelah menarik diri dari International Whaling Commission (IWC) dan mengakhiri 30 tahun perburuan paus penelitian. Perburuan ikan paus untuk penelitian ini telah dikritik oleh konservasionis sebagai kedok perburuan komersial yang dilarang oleh IWC pada 1988.

Tahun lalu, Jepang  menangkap 270 paus atau kurang 80 persen dari kuota dan lebih sedikit dari jumlah yang pernah diburu di Antartika dan Pasifik barat laut dalam program penelitiannya. Penurunan tersebut terjadi karena berkurangnya paus minke yang ditemukan di sepanjang pantai.  Kurasawa mengatakan alasan tangkapan yang lebih kecil harus diperiksa untuk melihat apakah itu terkait dengan perburuan berlebihan atau perubahan iklim.

Sementara kelompok konservasi mengutuk dimulainya kembali perburuan paus komersial. Beberapa melihatnya sebagai cara untuk membiarkan program perburuan paus pemerintah yang diperangi serta beradaptasi dengan perubahan waktu dan selera.

Untuk menunjukkan tekad agar industri perburuan paus tetap hidup dalam beberapa dekade mendatang, Kyodo Senpaku akan membangun kapal induk baru senilai 6 miliar yen yang akan diluncurkan tahun depan untuk menggantikan kapal Nisshin Maru yang menua. Tapi ketidakpastian tetap ada.

Perburuan paus kehilangan dukungan di negara-negara pemburu paus lainnya seperti Islandia, di mana hanya tersisa satu pemburu paus.

Paus mungkin juga menjauh dari pantai Jepang karena kelangkaan saury, yaitu makanan pokok mereka, dan ikan lain karena dampak perubahan iklim. Penangkapan paus di Jepang hanya melibatkan beberapa ratus orang dan satu operator. Menurut data Badan Perikanan, ikan paus menyumbang kurang dari 0,1 persen dari total konsumsi daging dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, anggota parlemen yang konservatif dengan gigih mendukung perburuan paus komersial dan konsumsi daging sebagai bagian dari tradisi budaya Jepang. Sementara konservasionis mengatakan, daging ikan paus tidak lagi menjadi makanan sehari-hari di Jepang, terutama bagi generasi muda.

Daging ikan paus adalah sumber protein yang terjangkau selama tahun-tahun kekurangan gizi di Jepang setelah Perang Dunia Kedua. Pada 1962 konsumsi tahunan daging ikan paus mencapai 233.000 ton.

Konsumsi daging ikan paus dengan cepat digantikan oleh daging ikan lainnya.  Pasokan daging ikan paus turun menjadi 6.000 ton pada 1986, atau setahun sebelum moratorium perburuan paus komersial yang diberlakukan oleh IWC.

Di bawah penelitian perburuan paus, Jepang menangkap sebanyak 1.200 paus setiap tahunnya.  Sejak itu Jepang secara drastis mengurangi tangkapannya setelah protes internasional meningkat dan pasokan serta konsumsi daging paus merosot di dalam negeri.

Menurut statistik Badan Perikanan, pasokan daging tahunan berfluktuasi dalam kisaran 3.000-5.000 ton, termasuk impor dari Norwegia dan Islandia. Jumlah tersebut semakin turun pada  2019 menjadi 2.000 ton, atau 20 gram daging ikan paus per orang per tahun.

Pejabat perburuan paus mengaitkan penyusutan pasokan dalam tiga tahun terakhir dengan tidak adanya impor karena pandemi. Mereka berencana untuk menggandakan pasokan tahun ini dengan impor lebih dari 2.500 ton dari Islandia.

Jepang berhasil mendapatkan satu-satunya pemburu paus yang tersisa di Islandia untuk berburu paus sirip dan secara eksklusif dikirim ke Jepang. Menurut IWC, Islandia hanya menangkap satu paus minke pada musim 2021. Mengkritik ekspor Islandia ke Jepang, Dana Internasional untuk Kesejahteraan Hewan menentang semua perburuan paus komersial.

Dengan prospek impor yang tidak pasti, Kyodo Senpaku ingin pemerintah menaikkan kuota tangkapan tahunan Jepang sebesar 5.000 ton. Kubo menggambarkan, ini merupakan ambang batas untuk mempertahankan industri. Kubo mengatakan, dengan pasokan yang sangat terbatas, pengolahan daging paus tidak bisa menjadi bisnis yang layak dan mungkin tidak akan bertahan untuk generasi berikutnya.

"Dari perspektif jangka panjang, menurut saya akan sulit mempertahankan industri pada tingkat pasokan saat ini. Kita harus memperluas penawaran dan permintaan, yang keduanya menyusut," ujar Kubo.

Yuki Okoshi mulai menyajikan hidangan daging ikan paus di restoran makanan laut gaya Jepangnya tiga tahun lalu. Ketika itu daging ikan paus berkualitas lebih banyak tersedia di bawah penangkapan ikan paus komersial. Dia berharap pasokan daging ikan paus akan stabil.

Okoshi mengatakan, masa depan industri ikan paus bergantung pada pelanggan. Menurutny, restoran daging ikan paus dapat menjadi kunci untuk bertahan hidup.

"Perburuan paus bisa menjadi masalah politik, tetapi hubungan antara restoran dan pelanggan kami sangat sederhana. Kami menyajikan makanan enak dengan harga terjangkau dan pelanggan senang. Hanya itu saja," ujar Okoshi.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement